Ombus-ombus adalah penganan khas Batak dari Siborongborong, Tapanuli Utara, yang disajikan dalam keadaan hangat.
Dinamai ombus-ombus karena sebelum dimakan perlu ditiup lebih dahulu agar lebih dingin. "Ombus" dalam bahasa Batak berarti "ditiup".
Penganan itu dibuat dari tepung beras yang bagian tengah diisi gula dan dibungkus dengan daun pisang. Jajanan ini biasanya ditawarkan penjajanya dengan mengendarai sepeda kepada para penumpang bus yang sedang singgah di Siborongborong.
Pada era sebelum tahun 1990-an, sangat umum terlihat puluhan pesepeda penjaja ombus-ombus berlomba mengerubungi bus yang hendak singgah untuk menjadi yang terdepan dalam menawarkan jualannya sambil berkata, "Ombus-ombus las kede", yang berarti "Ombus-ombus masih hangat".
Pemandangan seperti itu tak lagi terlihat kini, karena jumlah penjaja ombus-ombus berkurang drastis dari ratusan menjadi tinggal delapan orang. Mereka kalah bersaing dengan produk jajanan lain yang lebih variatif dan lebih murah harganya.
Untuk menghindari persaingan yang tidak perlu dalam kondisi pasar yang sepi, delapan orang ini sepakat bergiliran berjualan sesuai tanggal genap atau ganjil, masing-masing empat orang.
"Dengan harga Rp1.000 per biji, saat ini sudah sangat sulit untuk menjual 100 biji ombus-ombus dalam sehari," kata Karim Lumbantoruan, seorang penjual ombus-ombus yang sudah menggeluti bisnis ini sejak tahun 1970-an.
Siborongborong adalah kota persinggahan untuk berbagai tujuan, antara lain Tarutung, Dolok Sanggul, Panagribuan, dan Balige, sehingga bus antarkota biasanya beristirahat di kota ini sebelum melanjutkan perjalanan. Penumpang bus tersebut adalah target pasar bagi jajanan ombus-ombus.
Pekan lalu di Soborongborong, Karim bercerita kepada Antara bahwa pada masa jayanya ombus-ombus periode 1970 hingga 1980-an, ia bisa berpenghasilan setara dua kaleng beras per hari. Namun, saat ini paling hanya bisa setengah kaleng beras.
Jumlah para penjual ombus-ombus akhirnya berkurag. Ada yang alih pekerjaan menjadi pedagang atau petani, ada yang merantau, atau kalau ada yang meninggal dunia tak lagi ada yang menggantikan atau mewarisi.
"Saya bertahan karena ingin melestarikan produk ombus-ombus yang khas di Siborongborong ini, selain karena sudah tua," kata kakek berusia 69 tahun itu.
Selain delapan orang tersebut, saat ini ada penjual ombus-umbus di Siborngbogong yang tak lagi menggunakan sepeda, tetapi sudah membangun toko dengan bangunan permanen dengan merek "Ombus-ombus No. 1".
Racikan khusus
Lumbantoruan mengatakan ombus-ombus dijajakan dalam keadaan tetap hangat, bukan karena dihangati atau dikukus ulang, melainkan karena ada racikan dan teknik khusus dalam pengolahannya.
Dimulai dari perebusan beras sebelum diolah jadi tepung, tidak boleh terlalu lama agar adonan tepung tidak keras.
Disebutnya kalau adonannya keras tidak akan bisa tahan lama hangatnya.
Takaran gula juga tidak boleh kurang, sebab kalau kurang bisa berdampak tidak tahan lama menyimpan panas.
Selain itu, daun pisang pembungkus harus tipis. Tidak boleh yang tebal. Kemudian salah satu yang penting, yaitu bentuk ombus-ombus dibuat prisma segitiga agar bisa disusun dengan rapi dan rapat.
Dengan cara seperti itu maka ombus-ombus yang dikukus pada saat subuh, bisa bertahan hangat hingga sore hari, asalkan tempatnya selalu tertutup rapat.
Begitu terkenalnya ombus-ombus ini, komponis besar Batak Nahum Situmorang mengabadikannya dalam sebuah lagu berjudul "Marombus-ombus do".
Selain itu, tengara Kota Siborongborong adalah patung "Parombus-ombus", yakni seorang penjual ombus-ombus dengan sepedanya, yang dibangun kira-kira 10 tahun lalu di jantung kota itu.
Yang menjadi model pada patung itu adalah Pak Karim Lumbantoruan sendiri. Penasaran? Pergilah ke SIborongborong lihat patungnya, kemudian cari orangnya di Desa Siborongborong 2.
Persinggahan
Kini, Siborongborong tak hanya persinggahan bus antarkota tetapi juga menjadi persinggahan pesawat terbang melalui Bandar Udara Silangit yang hanya berjarak kira-kira lima kilometer dari kota itu.
Bandara ini dioperasikan sejak 2005, dan mulai disinggahi pesawat komersial pada 2016. Sejak November 2017, bandara itu telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo. Bandara tersebut bertaraf internasional dengan tujuan menjadi pintu gerbang pariwisata Danau Toba.
Saat ini, ada lima maskapai penerbangan domestik yang menerbangi bandara tersebut dengan 600-700 kursi penumpang per hari, sedangkan jalur internasional masih dilayani Garuda Indonesia dari Singapura secara sewa.
Direktur Industri Pariwisata dan Kelembagaan Kepariwisataan Badan Otorita Pariwisata Danau Toba M. Rommy Fauzi mengatakan pihaknya sudah mendekati sejumlah maskapai untuk membuka jalur penerbangan dari Malaysia dan Singapura ke Slangit secara reguler.
Sejumlah maskapai itu, antara lain Garuda Indonesia, Air Asia, Lion Air (Malindo), dan Firefly Airline dari Malaysia,
Pihaknya berharap mulai Februari 2018, Garuda sudah membuka jalur Singapura-Silangit secara reguler.
Selama 2017 Bandara Silangit melayani sekitar 250.000 penumpang. Angka penumpang itu naik 60 persen dari tahun sebelumnya. Pada 2018 jumlah tersebut akan meningkat seiring dengan pembukaan jalur penerbangan baru yang didukung perbaikan sarana dan prasarana jalur transportasi darat sejumlah kota di sekitar Danau Toba.
Untuk mengatasi kondisi Bandara Silangit yang sering berawan karena berada di ketinggian lebih dari 1.300 meter di atas permukaan laut, menurut Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Tapanuli Utara Erikson Siagian, pada 2018 akan dibangun peralatan instrument landing system (ILS). Peralatan itu untuk mendukung pendaratan otomatis.
Sebagai persinggahan, Bandar Silangit akan menjadi etalase bagi berbagai produk dari daerah sekitarnya, baik produk budaya, daerah tujuan wisata, maupun produk kuliner, termasuk ombus-ombus.
Sebelum melanjutkan perjalanan, penumpang pesawat yang mendarat di Silangit bisa disuguhi secangkir kopi Silintong yang khas daerah setempat disertai ombus-ombus. Tentunya sambil menikmati sejuknya udara di daerah itu.
Melalui jalinan kerja sama dengan pihak maskapai, ombus-ombus yang pengemasannya lebih kreatif juga bisa diperkenalkan sebagai penganan di pesawat terbang.
Dengan begitu, Bandara Silangit bisa menjadi sarana kebangkitan ombus-ombus dari keterpurukan pasar.
Pewarta: Biqwanto Situmorang
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018