Nairobi (ANTARA News) - Hampir 7 juta orang dari Sudan Selatan memerlukan bantuan darurat seperti makanan, air dan obat-obatan dasar karena perang sipil yang berkepanjangan di negara ini, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Kamis.
Lembaga itu meminta bantuan donor internasional sebesar 3,2 miliar dolar.
Aksi kekerasan di negara termuda di dunia itu telah memasuki tahun kelima dan mengakibatkan kematian puluhan ribu orang. Satu dari tiga orang Sudan Selatan telah meninggalkan rumah mereka - hampir 90 persen di antaranya adalah perempuan dan anak-anak.
"Dana sebesar 3.2 miliar dolar nampaknya sangat tinggi tapi apa yang dibelanjakan dunia untuk perang adalah sekitar 15 triliun dolar .. 3,2 miliar dolar adalah angka yang besar, tapi bila Anda membandingkannya dengan apa yang dihabiskan untuk apa yang menyebabkan krisis ini, tidak terlalu banyak, " kata Filippo Grandi, Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) dalam sebuah konferensi pers.
"Ini adalah harga yang harus kita bayar untuk membantu orang tetap hidup - dan terus memiliki peluang dan harapan untuk masa depan."
Grandi menyampaikan pernyataan tersebut setelah mengunjungi kamp pengungsian Kakuma di Kenya utara, tempat ribuan orang Sudan Selatan mencari keamanan, dan lebih banyak orang datang setiap hari.
Sudan Selatan masuk ke dalam perang sipil pada akhir 2013 setelah bentrokan antara tentara yang setia kepada mantan wakil presiden Riek Machar dan Presiden Salva Kiir.
Upaya untuk menemukan kedamaian di antara faksi-faksi yang bertikai telah gagal. Gencatan senjata yang dinegosiasikan pada bulan Desember telah dilanggar dalam beberapa jam.
PBB mengatakan jumlah pengungsi Sudan Selatan bisa melebihi 3 juta pada akhir tahun - menjadikannya krisis pengungsi terbesar di Afrika sejak genosida Rwanda pada tahun 1994.
Hampir 2,5 juta orang terpaksa mencari perlindungan di Uganda, Kenya, Sudan, Ethiopia, Republik Demokratik Kongo dan Republik Afrika Tengah. Perserikatan Bangsa Bangsa mengatakan bahwa dua juta lagi mengungsi di dalam negeri.
Anak-anak berisiko kekurangan gizi; banyak yang tidak bisa bersekolah dan telah direkrut oleh faksi-faksi bersenjata. Wanita dilaporkan telah diperkosa setelah suami mereka terbunuh. Meski demikian, dana donor rendah.
Tahun lalu, misalnya, UNHCR mengatakan bahwa hanya menerima sepertiga dari dana yang dibutuhkan untuk mendukung pengungsi.
"Tidak mungkin untuk melebih-lebihkan penderitaan yang dihadapi oleh masyarakat Sudan Selatan. Dana ini tidak diperlukan pada akhir tahun, mereka dibutuhkan sekarang," kata Mark Lowcock, kepala kantor Perserikatan Bangsa Bangsa untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan dilansir Reuters.
(Uu.G003/M016)
Pewarta: LKBN Antara
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018