Lille, Prancis (ANTARA News) - Empat migran berada dalam kondisi kritis setelah ditembak saat terjadi perkelahian antara para migran Eritrea dan Afghanistan di kota pelabuhan Prancis utara, Calais, Kamis, kata pemerintah setempat.

Dua migran lainnya menderita luka tembak yang tak membahayakan dan 12 lainnya luka-luka, kata prefektur setempat, menambahkan jumlahnya bisa berubah.

Menteri Dalam Negeri Prancis Gerard Collomb mengatakan bahwa dia akan pergi ke Calais pada Kamis malam untuk meninjau kembali situasi tersebut setelah apa yang dia sebut "insiden serius".

Beberapa bentrokan terjadi pada pertengahan sore antara migran dari berbagai komunitas, kata prefektur tersebut.

"Polisi turun tangan untuk melindungi migran Afghanistan yang diancam oleh 200 migran dari kewarganegaraan Eritrea," katanya.

Pihak berwenang mengatakan sekitar 600 migran berada di wilayah Calais, meskipun kelompok kemanusiaan menyebutkan jumlahnya mencapai 800 orang.

Sebelumnya, ratusan migran yang terjebak di Libya menyatakan keinginannya untuk bergerak menuju negara Eropa yang lebih kaya.

Jika keinginan mereka terkabul, mereka akan bergabung dengan lebih dari satu juta migran lain yang telah tiba di Jerman sejak tahun 2015, ketika Kanselir Angela Merkel menawarkan perlindungan bagi mereka yang melarikan diri dari perang dan kemiskinan.

Meskipun dipuji di beberapa tempat, Merkel harus membayar keputusannya itu secara politis dalam pemilihan umum Jerman pada tahun 2017, di mana kelompok kanan jauh mengalami peningkatan suara seiring meningkatnya sentimen anti-migran.

Selaras dengan itu, tantangan migrasi tetap tinggi dalam agenda negara-negara barat, tidak terkecuali mereka yang berkumpul di Davos, di bawah panji "Menciptakan Masa Depan Bersama di Dunia yang Terpecah belah."

Jalan yang ditempuh oleh banyak orang untuk mencapai Jerman, yang disebut sebagai `rute Balkan`, ditutup pada tahun 2016 ketika Turki setuju untuk membendung arus orang-orang sebagai imbalan bantuan Uni Eropa dan sebuah janji perjalanan bebas visa untuk warganya sendiri.

Namun para migran dari Timur Tengah, Afrika dan Asia terus berdatangan ke Serbia, terutama dari Turki, melalui negara tetangganya, Bulgaria, mencoba memasuki Uni Eropa melalui anggota blok itu, Hungaria dan Kroasia.

Menurut pejabat ada sebanyak 4.500 migran di kamp-kamp yang dioperasikan pemerintah di Serbia. Pegiat hak asasi manusia mengatakan bahwa ratusan lainnya tersebar di ibu kota Beograd dan kota-kota di sepanjang perbatasan Kroasia dan Hungaria.

Dari migran yang tiba di Jerman, ekonomi terbesar di Eropa, sejak pertengahan 2015, banyak yang berjuang untuk memperoleh tempat di pasar tenaga kerja karena hambatan bahasa atau ketrampilan. Jerman membutuhkan tenaga kerja terampil, mengingat populasi yang menua.

Pada Oktober lalu, Merkel setuju untuk membatasi jumlah pengungsi negara tersebut dan menerima 200 ribu per tahun, demikian Reuters.


(Uu.G003/M016)

Pewarta: LKBN Antara
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018