Palu (ANTARA News) - Komunitas pers di Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), menolak revisi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers versi pemerintah yang drafnya beredar di masyarakat.
Ketua Bidang Organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) cabang Sulteng, Jeis Montesori, di Palu, Jumat, mengatakan persoalan pers sebaiknya diserahkan kepada masyarakat pers sendiri, dalam hal ini Dewan Pers untuk melakukan perbaikan termasuk merevisi undang-undang pers.
Undang-undang pers yang berlaku saat ini, memang membutuhkan revisi guna menjamin kemerdekaan pers yang lebih bertanggungjawab dan profesional.
"Tapi sebaiknya untuk perbaikannya diserahkan atau memberi kewenangan penuh kepada Dewan Pers," katanya.
Keterangan senada disampaikan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palu, Amran Amier. Ia mengatakan AJI Palu menolak revisi undang-undang pers versi pemerintah karena paradigma kontrol kembali dihidupkan melalui pasal-pasal karet, maupun memberi peluang lahirnya Peraturan Pemerintah yang dapat mengancam kebebasan pers.
Amier mencontohkan, Pasal 4 Ayat (2) Draf Perubahan UU No.40/1999 dinyatakan bahwa terhadap pers tidak dikenai penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
Namun ada pengecualian sebagaimana bunyi Ayat (5)-nya, yaitu pers yang memuat berita atau gambar atau iklan yang merendahkan martabat suatu agama dan atau mengganggu kerukunan hidup antarumat beragama dan atau bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat dan atau membahayakan sistem penyelenggaraan pertahanan dan keamanan nasional.
"Pasal karet ini berpotensi memberangus kebebasan pers yang bisa direkayasa dan dipolitisasi oleh aparatur negara yang tidak senang dengan pemberitaan pers," katanya.
Amier juga mengatakan, AJI secara kelembagaan menolak revisi undang-undang pers versi pemerintah yang diputuskan dalam rapat kerja nasional di Jakarta 16-17 Juli 2007.
Tapi, menurut Montesori, hal-hal yang perlu direvisi adalah menegaskan undang-undang pers sebagai "lex specialis" dalam kasus-kasus delik pers, selain memberi jaminan kesejahteraan kepada pekerja pers.
"Yang pasti ada catatan, revisi diserahkan kepada masyarakat pers sendiri," ujarnya.
Sementara itu, pemerhati sosial-politik asal Universitas Tadulako Palu, Irwan Waris, menilai pengekangan pers di era Orde Baru masih menjadi momok bagi masyarakat pers, sehingga akan muncul perlawanan jika inisitif revisi undang-undang pers dilakukan oleh pemerintah.
Selain itu, penolakan terjadi karena draft revisi versi pemerintah mencatumkan pasal-pasal "karet" yang dikhawatirkan mengancam kebebasan pers.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007