Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan merevisi target pertumbuhan ekspor non migas 2018 dari sebelumnya lima hingga tujuh persen menjadi 11 persen.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan bahwa evaluasi target peningkatan ekspor tersebut dilatarbelakangi optimisme terhadap kondisi perekonomian global, dan membaiknya harga komoditas seperti batu bara yang akan berdampak langsung terhadap kinerja ekspor Indonesia.
"Angka 11 persen pertumbuhan itu bisa dicapai. Bahkan kalau saya, menginginkan itu lebih tinggi lagi. Akan tetapi kita tidak tahu apa yang akan terjadi kedepan," kata Enggartiasto, di sela-sela Rapat Kerja Kementerian Perdagangan, di Jakarta, Jumat.
Selain itu, lanjut Enggartiasto, selama 2017 Kementerian Perdagangan telah berupaya untuk membuka akses pasar khususnya negara-negara nontradisional, termasuk juga penyelesaian perjanjian kerja sama internasional baik bilateral maupun multilateral.
Salah satu peluang yang cukup menjanjikan dari pasar nontradisional adalah Nigeria. Namun, negara tersebut memiliki permasalahan untuk menjaga stabilitas pasar valuta asing dengan membatasi importasi yang sesungguhnya dibutuhkan oleh pelaku usaha.
Pemerintah Nigeria mengeluarkan aturan yang membatasi importir barang-barang dan jasa tertentu untuk mendapatkan valuta asing di pasar valas Nigeria. Beberapa komoditas yang masuk dalam daftar tersebut antara lain adalah palm kernel, produk minyak sawit dan "vegetable oil", beras, margarin, furnitur dan lain-lain.
"Dengan melakukan safari tersebut, saya lebih yakin (peluang pasar terbuka). Selain itu, kita akan bentuk tim untuk perdagangan timbal balik. Saya akan ajak para pemangku kepentingan, seperti para pengusaha," tutur Enggartiasto.
Selama 2017, kinerja ekspor mencapai 168,73 miliar dolar AS atau meningkat 16,2 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar 145,2 miliar dolar AS. Padahal, target peningkatan ekspor yang ditetapkan pemerintah saat itu berada pada angka 5,6 persen.
Neraca perdagangan selama tahun 2017 juga mencatatkan surplus sebesar 11,83 miliar dolar AS secara kumulatif. Nilai tersebut terdiri atas surplus perdagangan nonmigas sebesar 20,40 miliar dolar AS dan defisit perdagangan migas sebesar 8,57 miliar dolar AS.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong menyatakan bahwa dalam upaya untuk meningkatkan kinerja ekspor, dibutuhkan investasi yang nantinya akan membuka lapangan kerja dan menghasilkan produk bernilai tambah dan berdaya saing tinggi.
Meskipun realisasi investasi pada 2017 mengalami kenaikan kurang lebih 13 persen jika dibanding tahun sebelumnya, Thomas mengatakan hal tersebut masih dirasa kurang. Realisasi investasi sepanjang 2017 tercatat sebesar Rp692,8 triliun, naik dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp612,8 triliun.
"Bukan investor yang butuh kita, tapi kita yang butuh investor untuk membuka lapangan kerja dan produksi. Investor itu punya pilihan, jika kita rumit atau sulit, mereka akan lari ke negara tetangga seperti Vietnam, Thailand atau Malaysia," ujar Thomas.
Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018