Jakarta (ANTARA News) - Dewan Perwaklan Daerah (DPD) mendesak Gubernur Sutiyoso untuk menunda pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta, karena masih banyak proses persiapan yang dianggap menyimpang dan tanpa pengawasan dari Panwas Pilkada.
Pernyataan itu disampaikan Anggowa DPD dari DKI Marwan Batubara dan Sarwono Kusumaatmadja di Gedung DPD/MPR di Jakarta, Jumat, menanggapi kondisi dan persiapan penyelenggaraan Pilkada DKI Jakarta.
DPD menyatakan prihatin dengan persiapan penyelenggaraan Pilkada DKI Jakarta karena masih banyak ditemukan adanya penyimpangan. KPUD JKI Jakarta tampak memaksakan bahwa Pilkada harus dapat diselenggarakan walaupun dalam persiapan ditemukan adanya penyimpangan.
"Panwas Pilkada baru saja dibentuk, berarti persiapan selama ini tanpa pengawasan. Berbagai data yang telah diumumkan menunjukkan masih banyak penduduk belum terdaftar sebagai pemilih," kata Marwan Batubara.
Dia menyatakan, kontroversi soal Daftar Pemilihan Tetap (DPT) perlu mendapat perhatian serius karena berdasarkan survei lembaga penelitian, banyak penduduk DKI yang belum terdaftar sebagai pemilih.
Hasil penelitian LP3ES dan NDI menyebutkan, 22,2 persen penduduk yang memiliki hak suara belum terdaftar sebagai pemilih dan ada 20 persen diduga "ghost votter". Penelitiian Fisip UI menyebutkan 1,8 juta penduduk DKI belum terdaftar sebagai pemilih. Penelitian LP3U menyebutkan 1,3 juta penduduk belum terdaftar. Sedangkan kajian PKS, sekitar 33,3 persen penduduk belum terdaftar.
"Atas data-data itu, wajar kalau muncul desakan agar dilakukan audit terhadap jumlah pemilih. Pemda DKI dan KPUD kita ingatkan mengenai adanya data tersebut," kata Marwan.
Masih banyaknya penduduk yang belum terdaftar mengakibatkan legitimasi politik penduduk DKI terhadap calon terpilih dipertanyakan. Legitimasi ini nantinya terkait partisipasi masyarakat terhadap pembangunan.
Dia menyatakan, sebaiknya semua pihak menyambut Pilkada DKI secara "fair" dan transparan. Apalagi Jakarta adalah barometer bagi dunia untuk melihat bagaimana Pilkada diselenggarakan. "Bang Yos yang kita kagumi selama ini harus memberi solusi terbaik dan jangan membiarkan penyimpangan terus terjadi," kata dia.
Dia mendesak Koalisi Jakarta agar menyuarakan berbagai persoalan terkait Pilkada DKI. "Akan sangat terhormat bila Koalisi Jakarta juga persoalan hal ini. Salah satunya, adalah menyangkut daftar pemilih sementara (DPS) yang tidak diumumkan secara luas," katanya.
Sarwono mengemukakan, Panwas Pilkada DKI baru saja dibentuk, padahal proses persiapan Pilkada sudah lama dilakukan KPUD. Karena itu, persiapan penyelenggaraan sudah diwarnai kecurangan. KPUD juga banyak melakukan langkah tidak cermat.
"Banyaknya ketidakcermatan itu menjadi peluang bagi munculnya gugatan terhadap hasil Pilkada," katanya.
Dia menyatakan, Pilkada DKI sesuai UU No.32/2002 diselenggarakan tersendiri, tetapi untuk menyelenggarakan pilkada DKI dengan dasar UU No.34/2004 juga tidak mungkin. Karena itu, sebaiknya Pilkada didasarkan pada UU No.34/2004 yang sedang direvisi oleh DPR RI. Artinya, Pilkada diselenggarakan menunggu revisi terhadap UU itu di DPR.
"Diundur saja agar lebih baik persiapannya, baik dasar hukumnya maupun persiapan teknis agar tidak menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari. Sayang nanti kalau Pilkada pertama di DKI sudah diwarnai gugatan hukum terkait hasil Pilkada itu," kata Sarwono.
Sarwono mengusulkan agar penduduk yang belum terdaftar diberi kesempatan untuk bisa terdaftar sebagai pemilih, baik dengan didatangi oleh petugas pendaftar maupun aktif mendatangi kantor-kator pemerintah daerah untuk mendaftarkan diri.
"Kalau masih banyak persoalan lalu Pilkada tetap dipaksakan untuk dapat diselenggarakan, yang rugi bukan hanya calon yang kalah, tetapi juga yang calon yang menang karena persoalan legitimasi publik dan munculnya gugatan hukum," kata Sarwono.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007