Yogyakarta (ANTARA News) - Dusun Temuireng, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, memanfaatkan teknologi sistem pengolahan air dengan pompa tenaga surya hasil pengembangan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta.
"Sekitar 321 kepala keluarga bisa terlayani dengan sistem pengolahan air ini. Kapasitas produksinya bisa sampai 70 meter kubik per hari menggunakan 6,4 kWp sistem pembangkit tenaga surya," kata peneliti Balai Besar Teknologi Konversi Energi (B2TKE) BPPT As Natio Lasman saat peresmian sistem pengolahan air minum dan air bersih tenaga surya di Gunung Kidul, Yogyakarta, Kamis.
Ia menjelaskan sistem pembangkit tenaga surya yang dirangkaikan secara langsung (direct coupling) dengan pompa submersible digunakan untuk menjangkau bak penampung (reservoir) yang berjarak 741 meter dengan ketinggian 80 meter dari lokasi pemasangan prototipe.
Modul atau desain rancang bangun subsistem pembangkit tenaga surya ini dilakukan oleh B2TKE-BPPT dengan menggunakan surya panel. Namun demikian tidak menggunakan sistem baterai sehingga tidak ada penyimpanan energi.
Sementara UPN Veteran Yogyakarta mengembangkan subsistem pengolahan air, sehingga kualitas air yang dialirkan ke Desa Temuireng menjadi laik konsumsi dan higienis. Ini memecahkan persoalan suplai air baku desa tersebut yang biasanya mengambil dari Baron dan Goa Ngobaran di mana kualitasnya melampaui ambang batas persyaratan maksimum 50 CFU per 100 ml.
Dari hasil analisis di musim hujan, suplai air baku tersebut mengandung bakteri E-Coli 9.000 per 100 ml dan total bakteri Coliform 28.000 per 100 ml. Sedangkan pada saat curah hujan sedang didapati total Coliform 4.000 per 100 ml, dan pada musim kemarau, total Coliform berkisar 400 per 100 ml.
Subsistem pengolahan air oleh UPN ini menggunakan tawas dan biji kelor, serta proses olahan menggunakan destilasi percik.
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir saat berada di fasilitas pengolahan air tersebut mengatakan jika sistem penyimpanan baterai juga dapat ditambahkan tentu jangkauan penyaluran air akan lebih luas. Karenanya dirinya berharap Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul juga dapat melengkapi kekurangan tersebut.
Riset dan pengembangan lain yang perlu dilakukan, menurut dia, penguasaan wafer pada sel surya sehingga tingkat TKDN semakin besar. Meski demikian dirinya menyarankan peneliti tidak melakukan riset dari awal, tetapi mengadopsi lalu mengembangkan teknologi dari pihak lain yang sudah teruji pasar.
Sekretaris Utama BPPT Soni Solistia Wirawan mengatakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) panel surya yang mampu dibuat Indonesia mencapai 43 persen. Teknologi yang belum bisa diproduksi adalah wafer silikon pada panel surya, penyebabnya lebih karena keekonomiannya.
Sementara itu, Bupati Gunung Kidul Badingah mengatakan wilayahnya memiliki sumber Air melimpah namun belum mampu mengangkatnya ke permukaan. Kawasan ini penuh karst dan sungai bawah tanah namun air belum mampu terangkat ke permukaan karena persoalan keterbatasan listrik.
Perlu teknologi dan inovasi di sini sehingga solusi energi baru terbarukan baik mengingat sumber daya cukup tinggi di sini, ujar dia.
Pemerintah Kabupaten, lanjutnya, siap mereplikasi teknologi ini untuk desa-desa lain di Gunung Kidul. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia untuk memanfaatkan teknologi ini diperlukan mengingat sangat masih sangat awam.
Pewarta: Virna Puspa S
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018