... anaknya menerima tamu itu di rumahnya, meskipun tidak tahu, dia (Arsyad) mendapatkan teguran. Lalu dia langsung mengundurkan diri sebagai tanggungjawab moral...
Yogyakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Prof Dr Mahfud MD, enggan memberikan komentar mengenai desakan mundur berbagai pihak terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi, Arief Hidayat, atas pelanggaran etik yang diperbuat.

"Saya sebagai mantan ketua MK punya tepo seliro (tenggang rasa) untuk tidak berbicara apalagi mendiskreditkan ketua MK yang saat ini sedang diminta pertanggungjawaban etiknya oleh masyarakat," kata Mahfud, di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Kamis.

Kendati enggan memberikan komentar spesifik mengenai Hidayat, Mahfud memberikan contoh kasus pelanggaran etik seorang hakim konstitusi, Arsyad Sanusi. 


Saat Mahfud masih menjabat ketua MK, Sanusi dituduh melanggar kode etik karena anaknya menerima tamu seseorang yang sedang memiliki perkara di MK di kediaman Arsyad.

"Karena anaknya menerima tamu itu di rumahnya, meskipun tidak tahu, dia (Arsyad) mendapatkan teguran. Lalu dia langsung mengundurkan diri sebagai tanggungjawab moral. Dalam hal ini, saya tidak akan mendorong Pak Arief berbuat apa-apa. Itu tanggungjawab moral masing-masing," kata dia.

Mahfud juga mengatakan untuk menjaga profesionalitas serta marwah MK, saat menjabat ketua MK ia sangat menghindari hal-hal yang berkaitan dengan surat titipan atau katebelece. Bahkan, Mahfud mengaku pernah mencoret lamaran keponakan kandungnya untuk menjadi pegawai di MK yang saat itu dia pimpin.

"Meskipun dia lulus tes, saya coret, tidak boleh. Saya suruh cari kerja di tempat yang lain jangan di tempat oom-nya. Maksud saya bahwa urusan katebelece juga menjadi perhatian saya," kata dia.

Sebagai mantan ketua MK, Mahfud hanya berharap seluruh hakim MK mampu menjaga marwah serta kewibawaan MK.

"Sebagai mantan Ketua MK saya ingin MK tetap dijaga dengan baik," kata dia.

Selama menjabat ketua MK, Hidayat telah dua kali terbukti melakukan pelanggaran kode etik.

Pada 2016, Hidayat pernah mendapatkan sanksi etik berupa teguran lisan dari Dewan Etik MK. Pemberian sanksi itu karena dia dianggap membuat surat titipan atau katebelece kepada Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan Kejaksaan Agung, Widyo Pramono, untuk "membina" atau memberikan posisi seorang kerabatnya.

Pelanggaran kedua, yakni Hidayat terbukti bertemu dengan sejumlah Pimpinan Komisi III DPR di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta. Dalam pertemuan itu, dia diduga melobi dewan agar bisa maju sebagai calon tunggal hakim konstitusi.

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018