Jakarta (ANTARA News) - Rabu malam nanti dunia akan menjadi saksi fenomena sangat langka nan menghebohkan berupa pemandangan bulan merah tua raksasa berkat trifekta bulan nan langka ketika "blue moon" atau bulan biru, supermoon dan gerhana bulan total terjadi dalam waktu bersamaan.
Istilah blue moon atau bulab biru adalah tak lebih dari penggambaran bulan pernama kedua dalam satu bulan, bukan berarti bulan berwarna biru. Fenomena blue moon rata-rata terjadi setiap tiga tahun sekali.
Lain lagi dengan istilah "supermoon". Ini adalah keadaan di mana bulan dalam lintas orbitnya yang elips, berada pada titik terendah ke Bumi.
Dalam jarak atau di titik lintasan ini, bulan menjadi terlihat 14 persen lebih besar dari biasanya, dan 30 persen lebih terang.
Lalu warna kemerahan atau "bulan merah darah" atau blood moon terjadi karena "efek semua cahaya matahari terbit dan tenggelam dari seluruh Bumi terpantul ke Bulan, yang saya kira sangat indah," kata pakar astrofisika NASA Michelle Thaller seperti dikutip AFP.
Baca juga: Dunia heboh sambut "super blue blood moon"
Cahaya matahari terbit dan tenggelam terlihat merah muda, merah dan jingga karena cahaya menempuh perjalanan jauh yang menyebabkan gelombang cahaya memantul dalam berbagai pola, kata Thaller.
"Alasan matahari terbit atau tenggelam terlihat merah adalah karena sinar matahari harus melalui udara yang tebal di sisi Bumi sehingga menghilangkan cahaya biru untuk hanya merambatkan cahaya merah," sambung Thaller.
Sedangkan Brian Rachford, profesor fisika pada Universitas Embry-Riddle Aeronautical, AS, berkata, "Warna merah selama gerhana bulan sangat unik dan melihat 'blood red moon' tidak akan membahayakan mata."
"Salah satu hal terbesar dari gerhana bulan adalah Anda tak membutuhkan alat khusus untuk melihatnya. Setiap orang boleh keluar rumah untuk menyaksikan bulan," tutup Rachford.
Pewarta: -
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2018