Komandan Paspampres Mayjend TNI (Mar) Suhartono dan Menlu Retno LP Marsudi yang sempat mengusulkan pembatalan ke Kabul, mendadak ingin menangis.
Isu hoax khususnya yang terkait dengan agama dari mulai mempertanyakan keislaman hingga kriminalisasi ulama seperti tak pernah berhenti dibenturkan padanya.
Boleh jadi itulah yang menguatkan langkahnya untuk tetap ke Kabul, Afghanistan, pada sebuah pagi yang sesaat sebelumnya baru saja dibom.
Rangkaian bom lainnya bahkan sudah menewaskan lebih dari 100 orang, meledak hanya sejengkal dari Kantor KBRI di ibukota Afghanistan pada dua hari sebelumnya.
"Kita berangkat!" ujarnya beberapa menit setelah menerima laporan soal bom di Kabul, ketika Pesawat Kepresidenan Indonesia-1 masih berada di Dhaka, Bangladesh.
Komandan Paspampres Mayjend TNI (Mar) Suhartono dan Menlu Retno LP Marsudi yang sempat mengusulkan pembatalan ke Kabul, mendadak ingin menangis.
Beberapa anggota rombongan Presiden sempat mengirimkan pesan kepada handai tolan di Tanah Air untuk mendoakan perjalanan mereka.
Ini perjalanan bukan skenario, bukan permainan, bukan pencitraan, sebut mereka sepakat.
Presiden punya sederet alasan panjang untuk menantang risiko di Kabul dan bukan malah kembali ke Tanah Air seperti pengecut.
Baca juga: Presiden Jokowi tolak pakai rompi anti-peluru di Afghanistan
Alasan Khusus
Faktanya Presiden Joko Widodo memang punya alasan khusus untuk tetap ke Kabul. Bukan semata untuk sebuah janji kepada Ashraf Ghani yang pernah mengunjunginya di Jakarta.
Bukan semata juga janji untuk dapat turut serta menciptakan perdamaian di wilayah Afghanistan dan sekitarnya.
Alasan yang lebih besar bagi Indonesia untuk menjadi pusat ulama dunia memang barangkali juga menjadi sebagian yang menguatkan nyali Jokowi.
Staf Khusus Presiden Johan Budi cenderung melihat sifat dan tabiat Jokowi yang justru semakin tak gentar ketika dihadapkan makin dekat pada situasi teror.
Kalian tahulah Presiden kita, sebutnya. Semakin ditantang dia akan semakin menjadi.
Kabul boleh saja menjadi pijakan Jokowi untuk memperlihatkan betapa serius dirinya pada Islam.
Bukan sekadar untuk dunia tapi kepada dirinya sendiri dan bangsanya.
Jokowi ingin menciptakan kesan yang mendalam sekaligus memperlihatkan betapa besar komitmennya untuk Islam.
Langkah kecilnya menembus ancaman teror bom yang mungkin saja terjadi, melawan dinginnya hujan salju yang pekat di Kabul, hingga menjadi imam sholat di negara mayoritas Islam seakan ingin membungkam mulut-mulut penyebar hoax yang menyudutkannya dengan isu agama.
Kepada dirinya sendiri, Jokowi ingin membuktikan bahwa ia dapat menaklukan rasa takutnya, rasa khawatirnya, hingga egonya untuk kepentingan yang lebih besar. Maka rompi ataupun kendaraan anti-peluru pun tak lagi penting baginya.
Baca juga: Presiden Jokowi punya alasan khusus untuk tetap ke Afghanistan
Was-was
Ketika kunjungan berakhir dengan kisah yang manis, Jokowi kembali ke Tanah Air dengan senyum kemenangan yang penuh arti.
Media telah memberitakan besar-besaran tentang kunjungannya ke Kabul, tepat seperti yang dia inginkan.
Isu-isu negatif termasuk tentang kriminalisasi ulama atau tentang rencana kepulangan seorang ulama yang selama ini dianggap buron pun selaksa tenggelam ditelan bumi.
Kubu seberang yang menjadi lawan politiknya, mulai ribut sendiri, ia pun kembali ke meja kerjanya membereskan sejumlah urusan lain yang masih belum juga terselesaikan.
Menlu dan Danpaspamres menarik napas lega buka kepalang, bagi keduanya, perjalanan ke Kabul adalah pertaruhan hidup dan mati.
Wajar jika keduanya sujud syukur dalam suasana yang penuh haru di atas Pesawat Kepresidenan Indonesia-1 ketika kunjungan Kabul rampung.
Jokowi hanya tersenyum mengetahui tingkah keduanya, meski ia bisa memahami kekhawatiran itu.
Namun, untuk sesuatu yang menurutnya lebih besar, tak ada satupun yang bisa menyurutkan langkahnya.
Inilah Jokowi, yang selalu menantang teror untuk meredam sesuatu, yang baginya kerja kerja kerja menjadi caranya untuk mengabdi kepada nusa dan bangsa.
Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2018