"Menurut saya, sebaiknya Kemendagri tidak memaksakan untuk menunjuk perwira polisi menjadi Plt Gubernur," ujar Arfianto di Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan hal tersebut jelas bertentangan dengan aturan hukum yang ada. Kemudian jika alasan penunjukan untuk mencegah potensi kerawanan Pilkada, maka seyogyanya pencegahan kerawanan itu menjadi kewenangan TNI dan Polri, bukan seorang Plt Gubernur.
Dia menilai Presiden Joko Widodo harus mendengarkan aspirasi publik yang menolak usulan tersebut. Terlebih di tahun politik seperti sekarang ini.
"Presiden harus mendengar aspirasi penolakan publik. Saat ini tahun politik, agar tidak ada prasangka yang menimbulkan keresahan," kata Arfianto.
Pengangkatan Plt Gubernur atau Wakil Gubenur harus melalui persetujuan presiden yang dituangkan melalui keputusan peraturan presiden (keppres).
Ada dua perwira tinggi Polri yang diwacanakan ditunjuk sebagai Plt Gubernur yaitu Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Irjen Martuani Sormin untuk menjabat sebagai Plt Gubernur Sumatera Utara.
Selanjutnya adalah Asisten Kapolri bidang Operasi Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan yang diajukan untuk menjadi Plt Gubernur Jawa Barat.
Alasan dibalik usulan penunjukan Plt Gubernur dari unsur Polri yakni untuk mencegah potensi kerawanan dan menjamin netralitas Pilkada di daerah tersebut.
Mendagri Tjahjo Kumolo menyatakan tidak mungkin menunjuk seluruh Eselon I Kemendagri sebagai Plt Gubernur karena banyaknya Provinsi yang mengikuti Pilkada serentak.
Dia juga menyatakan tidak melanggar undang-undang atas wacana tersebut.
Lebih jauh Tjahjo juga menekankan bahwa dua nama perwira polisi yang diisukan akan menjadi Plt Gubernur merupakan hasil usulan dari Kapolri bersama Menko Polhukam.
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2018