Ambon (ANTARA News) - Natalia Moningka (26), oknum terdakwa yang diduga sebagai koruptor dana PNPM Mandiri perdesaan generasi sehat dan cerdas Kecamatan TNS, Kabupaten Maluku Tengah senilai Rp1,4 miliar menangis di persidangan saat dituntut penjara selama 10 tahun.
Tangisan terdakwa tidak tertahan saat mendengar Jaksa Penuntut Umum Kejari Malteng, Rian Lopulalan di Ambon, Senin, meminta majelis hakim tipikor yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan dirinya terbukti bersalah dan dihukum 10 tahun penjara.
Tuntutan jaksa disampaikan dalam persidangan dipimpin ketua majelis hakim tipikor, Samsidar Nawawi didampingi Jenny Tulak dan Bernard Panjaitan sebagai hakim anggota.
Jaksa juga menuntut terdakwa membayar denda sebesar Rp400 juta subsider enam bulan kurungan dan hukuman tambahan berupa uang pengganti senilai Rp1,4 miliar.
"Harta benda terdakwa akan dirampas dan disita untuk menutupi uang pengganti dan bila tidak mencukupi, maka kepadanya dikenakan hukuman 1,5 tahun kurungan," kata jaksa.
Yang memberatkan terdakwa dituntut penjara dan denda serta membayar uang pengganti karena tidak ada niat mengembalikan kerugian keuangan negara.
Sedangkan yang meringankan adalah terdakwa bersikap sopan, memiliki seorang anak yang masih bayi, dan belum pernah dihukum.
Majelis hakim menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda mendengarkan pembelaan penasihat hukum terdakwa, Marcel Hehanussa.
Pada tahun 2013 pemerintah pusat melalui Dirjen Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kemendagri melaksanaan kegiatan PNPM Perdesaan di Kecamatan Teon Nila Sarua (TNS), Kabupaten Maluku Tengah.
Tahun 2013 dialokasikan dana Rp1,8 miliar dimana alokasi dana multi sebesar Rp1,137 miliar, dan dana non multi Rp662,3 juta, kemudian untuk tahun 2014 disiapkan dana Rp954 juta terbagi untuk alokasi dana multi Rp888,7 juta dan non multi Rp65,5 juta.
Sedangkan tahun 2015 dialokasikan anggaran senilai Rp993 juta yang terbagi untuk alokasi dana multi sebesar Rp754 juta dan non multi Rp238,9 juta.
Dalam struktur kepengurusan PNPM GSC di Kecamatan Teon Nila Sarua (TNS), terdakwa menjabat sebagai bendahara II Unit Pengelola Kegiatan (UPK) sesuai SK Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Negeri Malteng selaku kuasa pengguna anggaran.
Dana PNPM mandiri perdesaan GSC yang disalurkan ini harusnya digunakan untuk 14 item seperti pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil, bayi, balita, serta anak usia sekolah dari tingkat Paud hingga SLTP.
Kemudian biaya pemeriksaan ibu hamil, PMT ibu hamil kekurangan energi kronis, PMT pemilihan untuk bayi, balita, dan susu bayi di bawah garis merah yang gizinya sangat kurang, insentif kader kesehatan, pemberian vitamin A, dan biaya persalinan serta perawatan ibu hamil.
Sedangkan untuk kegiatan non multi yang didalamnya terdapat 33 item pembiayaan diantaranya biaya transportasi siswa miskin, pengadaan seragam SD dan SLTP, pengadaan perlengkapan pos yandu, buku paket untuk siswa SD dan SLTP, pengadaan seragam batik, hingga pengadaan vitamin otak dan pengadaan tempat tidur pemeriksaan di puskesmas.
Kenyataannya kegiatan multi dan non multi telah dilaksanakan proses pencairan dan penyaluran dimana untuk penerima manfaat kegiatan telah dilakukan, namun ada beberapa penerima manfaat seperti guru honorer atau guru bantu belum menerima tunjangan mereka.
Terdakwa juga memalsukan spesiman tandatangan pihak lain untuk mencairkan anggaran tersebut di bank dan menggunakannya untuk kepentingan pribadi.
Misalnya membeli mobil, pakaian, dua bidang tanah, atau belanja pakaian, belanja barang kios, termasuk membuka bisnis batu bacan tetapi belakangan bangkrut dan merugi Rp700-an juta.
Perbuatan terdakwa diancam dengan pasal 2 ayat (1) juncto pasal 18 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang korupsi.
Terdakwa juga dijerat melanggar pasal 3 juncto pasal 18 UU tipikor sebagai dakwaan subsidair, dan lebih subsidair adalah pasal 97 juncto pasal 18 UU Tipikor.
Pewarta: Daniel Leonard
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018