Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) menyatakan sedang mengkaji penggunaan teknologi pencatatan transaksi terintegrasi modern (blockchain) dan kemungkinan menerbitkan mata uang digital bank sentral (Central Bank Digital Currency/CBDC) untuk transaksi pembayaran domestik.
Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Onny Widjanarko saat dihubungi Antara di Jakarta, Senin, mengatakan kajian itu masih dalam tahap awal. Sejauh ini, ia melanjutkan, BI masih mengkalkulasi dampak dan mitigasi risiko jika kebijakan tersebut diterapkan.
"Belum ada rencana mau uji coba atau menerapkan. Kajian harus matang dahulu tentunya," kata Onny.
Bank Sentral negara-negara lain pun saat ini sedang mengkaji penggunaan blockchain dan mata uang digital bank sentral. Onny mengatakan kajian BI juga akan melingkupi sektor-sektor tertentu yang akan difasilitasi penggunaan blockchain dan mata uang digital tersebut.
"Kita masih mendalami kelebihan dan kekurangannya, dan bila diterapkan yang paling aman dan efisien ditransaksi di sektor apa, ini sedang didalami," kata dia.
Teknologi blockchain merupakan teknologi dasar dalam penggunaan mata uang digital. Mata uang virtual yang diterbitkan swasta seperti Bitcoin, Etherum dan Ripple juga menggunakan teknologi itu.
Gubernur Bank Sentral Afrika Selatan Lesetja Kganyago, yang juga Ketua Komite Moneter dan Keuangan Internasional Dana Moneter Internasional (IMF), termasuk pemimpin bank sentral yang berpandangan untuk membuka peluang penerbitan mata uang digital bank sentral.
"Tidak ada alasan kenapa bank sentral tidak mulai memikirkan tentang mata uang digital. Sama ketika dulu mereka percaya saat bank sentral membuat catatan fisik keuangan," kata Kganyago seperti dilansir di laman resmi IMF.
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018