Jakarta (ANTARA News) - Kritikus sastra Narudin Pituin menyatakan syarat kelahiran angkatan puisi esai pada 2018 telah terpenuhi berdasarkan jumlah karya yang dihasilkan cukup banyak selama lima tahun terakhir.
"Bentuk dan isi puisi esai sudah berbeda dengan puisi pada umumnya," kata Narudin di Jakarta Minggu.
Sekitar lima tahun lalu, Narudin mengaku sempat prihatin lantaran tidak ada pembaruan dalam karya puisi di Indonesia saat teknologi dan dunia perekonomian mengalami perubahan akibat era digitalisasi.
Saat itu, Narudin menuturkan dunia sastra tidak produktif cukup lama karya yang dihasilkan monoton karena tidak ada perubahan.
Namun dunia sastra saat ini memunculkan "kehebohan" di Indonesia ketika hadir karya sastra 70 buku dalam bentuk puisi panjang, berbabak dan lengkap dengan catatan kaki yang menggambarkan kisah nyata kehidupan sosial.
Bahkan sebanyak 240 orang dari unsur penyanyi, penulis, aktivis dan jurnalis dari Aceh hingga Papua menulis pola puisi yang berbeda.
"Saya selaku kritikus sastra mengamini bahwa sudah terpenuhi syarat lahirnya angkatan baru puisi esai," tutur Narudin.
Narudin mengungkapkan angkatan puisi esai berbeda bentuk dan tema isinya dibanding angkatan puisi jaman Amir Hamzah, Sutan Takdir Alisjahbana, Chairil Anwar dan Sutardji Calzoum Bachri.
Narudin mengatakan Denny JA dapat disebutkan sebagai pencetus angkatan puisi esai dan terdapat generasi pendiri dari Aceh hingga Papua.
Sejumlah nama pegiat puisi esai dari Sumatera antara lain D Kemalawati, Fatin Hamama, Anwar Putra Bayi dan Isbedy Setiawan.
Dari pula Jawa seperti Ahmad Gaus, Hendri TM, Gunoto Saparie dan Genthong HSA.
Sedangkan pegiat puisi esai dari Kalimantan, Sulawesi dan Papua antara lain Muhammad Thobrani, Pradono, Hamrie Manoppo, serta FX Purnomo.
Pewarta: Taufik Ridwan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018