Bila agama ditunggangi politik itu sangat berbahaya."

Makassar (ANTARA News) - Tokoh agama di Sulawesi Selatan menghimbau dan menyarankan penyelenggara dalam Pemilihan Kepala Daerah tidak menjadikan agama sebagai bahan politisasi untuk mendapatkan dukungan serta simpati masyarakat.

"Bila agama ditunggangi politik itu sangat berbahaya," kata salah seorang tokoh agama Sulsel, KH Afifuddin Hafizah dalam dialog Agama dan Toleransi Politik di gedung Kemenag Sulsel, Makassar, Sabtu.

Menurutnya, agama adalah bagian dari pedoman hidup dan bukan untuk dipolitisasi. Kalaupun politik di tunggangi agama tentu akan membawa perubahan besar karena nilai dalam agama akan tersampaikan dengan baik ke masyarakat.

Untuk itu pihaknya menyarankan penyelenggara baik itu KPU maupun pengawas pemilu untuk menekankan kepada kandidat untuk tidak menjadikan agama sebagai tunggangan politik agar mendapatkan simpati masyarakat.

"Kalau politik membawa nilai-nilai agama tentu akan semakin baik dan membuat poltik itu lebih beretika," ungkap Pimpinan Pondok Pesantren An-Nahdah dalam dialog itu digelar PMII Komisariat kampus Tri Dharma Nusantara bersama Gusdurian Makassar.

Afifuddin menambahkan hampir disetiap pelaksanaan Pilkada isu agama dibawa-bawa untuk mendapatkan dukungan, karena diketahui agama sebagai perekat dan mengikat masyarakat secara emosional.

Sementara tokoh agama lainnya Erfan Sutono dalam dialog itu mengemukakan bahwa agama sarat akan ikatan emasional sesama manusia, sehingga isu agama sering kali dimainkan pemainnya, selain mudah dan murah juga mendorong gerakan simpati kepada seseorang.

"Dalam agama kami Konghuchu, seorang pemimpin tidak hanya sekedar memimpin tetapi harus memperjuangkan kemanusiaan serta nilai-nilai sosialnya," papar dia.

Sedangkan perwakilan dari Walubi Sulsel, Yongris Lao pada kesempatan itu menyatakan sesungguhnya, tidak ada yang dapat membendung isu agama digunakan sebagai alat dalam politik, padahal aturan terkait pelarangan ada.

Sehingga kata dia, dibutuhkan kesadaran masing-masing pemeluk agama agar tidak mencampur adukkan agama dengan politik untuk mendapatkan suara.

Hal senada dikemukakan perwakilan dari Nasrani yakni Cristina J Hutubessy menuturkan bahwa dalam ajaran kekristenan disebutkan hubungan agama dan negara harus dipisahkan, tidak boleh di campur apalagi disamaratakan.

Menurutnya, agama adalah bagian dari keyakinan seseorang pemeluknya tidak bisa dipaksakan apalagi menggiring pemilih untuk memilihnya atas nama agama, itu sudah diluar konteks.

Perwakilan tokoh agama lainnya, I Nyoman Supartha menyatakan agama Hindu memberikan kebebasan siapapun yang ingin jadi pemimpin, tapi tidak boleh dipaksakan pemilih memilih pemimpin dengan membonceng isu agama.

"Kami tidak pernah membatasi orang mau pilih pemimpin yang mana, kebebasan kami berikan terserah menurut keyakinan mereka sendiri," tambahnya.

Komisioner KPU Kota Makassar A. Shaifuddin Bintang pada dialog yang cukup alot dan dinamis itu, mengatakan sangat mengapresiasi kegiatan yang digagas PMII dan Gusdurian ini, karena mengena di sisi keagamaan.

"Kami tentu punya keterbatasan dalam melaksanakan sosialisasi ke masyarakat terkait bahaya isu agama yang dipolitisasi untuk meraih dukungan. Sehingga diperlukan kerja sama pihak terkait serta peran serta masyarakat untuk membantu KPU mensukseskan Pilkada serentak tahun ini," harapnya.

Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018