Jakarta (ANTARA News) - Terobosan Kementerian Pertanian dengan ekstensifikasi penanaman padi melalui program Perluasan Areal Tanam Baru (PATB) terus dilakukan karena kondisi eksisting lahan sawah sudah sangat sulit untuk dilakukan perluasan.
Pemerintah berupaya mengoptimalkan lahan kering dan lahan rawa untuk mewujudkan kedaulatan pangan, khususnya untuk penyediaan beras.
Perluasan lahan yang akan dikembangkan adalah: perluasan di areal lahan kering, juga perluasan areal lahan rawa seluas 1 juta hektare yang terdiri dari rawa lebak dan pasang surut.
Alasan pemilihan lahan kering dan lahan rawa untuk perluasan lahan padi, selain untuk mewujudkan ketahanan pangan, pemerintah juga ingin meningkatkan taraf hidup masyarakat dan mengentaskan kemiskinan.
Lahan kering dan lahan rawa merupakan kawasan yang masih kurang tersentuh sehingga indeks pertanaman yang tadinya hanya sekali dalam setahun bisa ditingkatkan 2-3 kali setahun.
Luasan ini mungkin akan terus bertambah jika perbaikan dan pembangunan infrastruktur terkait dengan pengelolaan tanah dan air telah dibangun.
Masyarakat yang hidup di lahan kering dan rawa umumnya petani tradisional yang jauh dari akses ekonomi.
Kehidupan masyarakat petani cukup erat karena lahan yang mereka olah memiliki karakteristik kesuburan yang rendah dengan berbagai kendala lingkungan yang menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman padi.
Permasalahan utama yang menghambat peningkatan produksi padi dilahan rawa antara lain terjadinya dinamika luapan air pasang maupun sungai besar, kemasaman tanah, keracunan Fe, Aluminium, defiensi hara Ca, Mg, dan P.
Tingkatan kendala-kendala tersebut beragam antartipologi lahan.
Selain itu, ancaman biotik berupa serangan hama dan penyakit juga menjadi faktor pembatas produksi padi di area tersebut.
Berbagai cekaman ini berfuktuasi pada musim yang berbeda dan berefek negatif terhadap pertumbuhan padi dan produktivitasnya di lahan ini.
Oleh karena itu dibutuhkan upaya yang terpadu untuk mengembangkan lahan rawa, baik varietas, teknik budidaya dan pengendalian hama penyakit.
Kepala Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Dr. Moh. Ismail Wahab mengatakan bahwa upaya-upaya terus dilakukan untuk mengembangkan varietas-varietas padi tertentu yang dapat hidup adaptif pada kondisi lingkungan yang keras seperti di lahan kering dan rawa.
Beberapa varietas padi unggul terbaru yang adaptif pada kondisi agroekosistem di lahan PATB lahan kering dan lahan rawa, adalah sebagai berikut: Varietas Inpago-12 Agritan sesuai untuk lahan kering masam dengan tingkat kemasaman >60 Aldd, varietas Rindang-1 dan Rindang-yang toleran terhadap kondisi naungan 50-70% dikhususkan untuk pengembangan padi di lahan perkebunan muda, varietas Luhur-1 dan Luhur-2, untuk lahan dataran tinggi diatas 750 meter diatas permukaan laut, varietas Inpara 8 dan Inpara 9 yang tahan terhadap keracunan Fe dan rendaman.
Dari segi teknik budidaya Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian telah merakit sistem budidaya lahan kering yang memadukan sistem budidaya organik dan mekanisasi sehingga menghasilkan daya hasil gabah tinggi, lebih efisien dan ramah lingkungan.
Sistem budidaya ini dinamakan Largo Super (Larikan Padi Gogo Super), dimana sekarang ini sedang dikembangkan seluas 100 hektare di Kebumen, Jawa Tengah.
Kedepan, Badan Litbang Pertanian akan merakit sistem budidaya yang sama dengan Largo Super di lahan rawa yang lebih produktif dan berdaya hasil tinggi.
Ketersediaan varietas unggul dan teknologi sistem budidaya di lahan kering dan lahan rawa diharapkan dapat meningkatkan produktivitas sekaligus pendapatan petani di daerah lahan kering dan rawa yang selama ini dianggap marginal dan tidak tersentuh oleh teknologi.
Dengan meningkatnya produktivitas dan meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan petani diharapkan Indonesia dapat berdaulat dalam penyediaan pangan dan bisa mewujudkan kedaulatan pangan. (Shr/YBH)
Pewarta: Antara
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2018