Jakarta (ANTARA News) - Selasa pekan ini tiga gunung berapi di tiga negara meletus beriringan. Pertama, Gunung Agung yang meletus empat kali, disusul gunung berapi Kusatsu-Shirane di Jepang, dan terakhir Gunung Mayon di Filipina.
Beberapa jam kemudian, gempa bumi dahsyat mengguncang Lebak, Banten, yang terjadi sekitar 30 menit setelah gempa relatif kuat di Papua New Guinea. Tiga jam setelah Gempa Lebak, gempa lebih dahsyat berkekuatan 7,9 Magnitudo menghajar Kodiak, Alaska, Amerika Serikat, yang sampai sekarang terus menggetarkan gempa-gempa susulan.
Rabu atau sehari setelah semua kejadian itu, gempa bumi berkekuatan relatif sama dengan Gempa Lebak, 6,2 Magnitudo, mengguncang Jepang. Pada hari yang sama rangkaian gempa susulan masih mengguncang Lebak.
Kini, dalam 24 jam terakhir, sampai Kamis pukul 12.00 WIB, laman Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) mencatat 74 gempa bumi di seantero jagat. Dengan yang terbesar terjadi pukul 8.10 WIB hari ini di Nikol'skoye, Rusia, pada kekuatan 6,2 Magnitudo.
Sekitar satu jam sebelum itu, gempa berkekuatan 5,9 Magnitudo mengguncang wilayah Mohean, India, yang berada di Laut Andaman di utara Aceh, Indonesia. Beberapa jam sebelum gempa di India ini, USGS juga mencatat gempa berkekuatan 4,9 Magnitudo di Sinabang, Simeulue, Aceh.
Hampir seluruh gempa bumi ini terjadi di lingkup wilayah disebut Cincin Api Pasifik yang meliputi negara-negara yang berbatasan dengan Samudera Pasifik, termasuk Indonesia.
Ratusan gempa dengan yang terhebat menguncang Lebak, Jepang, dan Alaska itu juga ternyata sebagian besar terjadi di dua lempeng tektonik, yakni Lempeng Pasifik dan Lempeng Indo-Australia di mana Indonesia ada di dalamnya.
Anda tampaknya akan terus menyaksikan sangat aktifnya Cincin Api Pasifik selama pekan ini. Cincin Api Pasifik ini mencakup wilayah seluas 40.230 km persegi di Samudera Pasifik yang menjadi asal 90 persen dari total gempa bumi di dunia.
Baca juga: Gempa 6,4 SR guncang Lebak, Banten
Dapatkan semua kejadian ini disebut berkaitan?
"Jawaban ringkasnya ya, gempa bumi dan gunung berapi bisa berkaitan," kata Emily Brodsky, profesor ilmu Bumi dan keplanetan pada Universitas California Santa Cruz.
Namun dia menegaskan terlalu dini menghubungkan gunung meletus dan gempa bumi yang terjadi pekan ini. Dia juga menyatakan sulit menyimpulkan satu kejadian mempengaruhi kejadian lainnya.
Brodsky mengatakan rangkaian gempa bumi dan erupsi yang terjadi hampir serentak itu adalah bukan hal yang aneh untuk kawasan yang memang terkenal sangat aktif ini.
"Tetapi gempa bumi dan letusan gunung berapi sering berkelompok," kata Brodsky.
Letusan gunung berapi bisa menyebabkan getaran atau tremor, sedangkan getaran yang hebat bisa meretakkan kamar magma di bawah gunung berapi yang kemudian menciptakan menara abu dan sungai lahar yang meleleh keluar.
Gunung Api Puyehue-Cordon Caulle di Chile yang meletus pada 1960 hanya 38 jam setelah terjadi gempa pumi berkekuatan 9,6 Magnitudo tahun itu. Ini terjadi karena bentang luas kerak Bumi bernama lempeng tektonik terus menerus saling bertumbukan, saling geser, dan saling tindih.
Gerakan-gerakan seperti itu kemudian menyebabkan tekanan yang saling membebaskan dalam bentuk gempa bumi atau menciptakan retakan-retakan yang membuat magma mencapai permukaan Bumi.
Baca juga: Tahu tidak? Hari ini ada empat gempa besar, terkuat di Alaska 7,9 Magnitudo
Para ilmuwan tengah meneliti seberapa besar peristiwa-peristiwa geologis besar mempengaruhi satu sama lain dengan menggabungkan pengukuran-pengukuran mengenai bagaimana sebuah letusan gunung berapi di satu bagian dunia memicu getaran di bagian dunia lainnya.
"Salah satu hal yang membantu kami bergulat adalah instrumen global kami yang bertambah canggih," kata Brodsky. Banyak negara, terutama yang berada di kawasan rentan gempa, telah memasang jejaring sensor gempa demi mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai gerakan-gerakan di permukaan Bumi.
Tujuan utamanya adalah mengantisipasi peristiwa-peristiwa ini sehingga ketika ada gempa bumi atau gunung api meletus, orang tidak lagi terjebak sehingga nyawa manusia bisa diselamatkan.
Tetapi perlu memonitor Bumi bertahun-tahun dengan pengukuran terinci pada beberapa tempat yang sangat terpencil, seperti dasar samudera, untuk membangun sebuah pijakan dasar. Oleh karena itu, perlu waktu bertahun-tahun sebelum ilmuwan bisa menciptakan sistem peringatan dini gempa, kata Brodsky dalam laman Vox.com.
Sampai berita ini ditulis, berdasarkan laman USGS, rangkaian gempa bumi cenderung terus terjadi.
Pewarta: -
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2018