"Kalau sebagai alat tukar yang penting mau menerimanya it`s okay. Tapi kalau jadi mata uang kita mengikuti standar pemerintah dengan Indonesia tidak memperbolehkan tukar uang selain pakai Rupiah," kata Cholil ditemui usai menghadiri Tasyakuran Milad ke-5 Indonesia Halal Watch, Jakarta, Rabu.
Dia mengibaratkan Bitcoin sebagai alat tukar itu sebagaimana menjadikannya seperti kupon atau hadiah poin. Saat seseorang mendapatkan reward poin maka dia bisa menukarnya dengan sesuatu. Hal itu juga berlaku bagi Bitcoin tapi berbeda jika membuatnya menggantikan sebagai mata uang pengganti.
Sementara itu, dia mengatakan jika Bitcoin jadi alat untuk investasi maka tidak boleh secara agama atau haram karena mengandung unsur gharar atau pertaruhan yang dapat merugikan orang lain.
Menurut dia, Bitcoin sebagai investasi menjadikannya ada unsur spekulasi yang merugikan orang lain.
"Kalau tidak merugikan orang lain tidak apa-apa, seperti orang bisnis barang langka di pasaran tapi saat menjualnya jadi murah dan rugi. Dia tidak merugikan orang lain," kata dia.
Dosen Pascasarjana Universitas Indonesia itu mengatakan Bitcoin saat ini sebagai investasi tidak memiliki jaminan bisa ditukar kapanpun. Kemudian, jika terdapat permasalahan menggunakan Bitcoin pengguna tidak bisa melakukan komplain sehingga berpotensi dirugikan.
Terlebih, kata dia, Bitcoin tidak memiliki hedging, atau strategi perdagangan valuta untuk "membatasi" atau "melindungi" dana trader dari naik turunnya nilai tukar mata uang yang tidak menguntungkan.
"Kalau ada masalah tidak bisa komplain apalagi tidak ada hedging-nya. Harusnya ada sesuatu yang dijadikan sebagai standar dari materinya. Naiknya Bitcoin fluktuatif tanpa kendali, kalau turun cepat," kata dia.
Dia mencontohkan setelah ada peringatan Bank Indonesia soal Bitcoin nyatanya mampu menurunkan nilainya sampai 40 persen.
"Kondisi tidak ada kontrol ini saya secara pribadi menggolongkannya haram sebagai investasi. MUI secara kolektif sedang membahas Bitcoin dan dalam waktu dekat akan keluar fatwanya," kata dia.
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018