Jakarta (ANTARA News) - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) melakukan kajian akademis yang mengarah pada adanya implikasi antara kepemilikan silang di sektor telekomunikasi dan tingginya tarif ponsel di Indonesia. "Kepemilikan silang itu memang salah satu faktor yang menyebabkan tarif ponsel tinggi," kata Direktur Utama PT Indef Eramadani (Indef), Dr M Fadhil Hasan, di Jakarta, Rabu. Pangsa pasar telepon seluler di Indonesia didominasi oleh dua operator yaitu Telkomsel dan Indosat yang keduanya menguasai 84,4 persen pangsa pasar telepon seluler GSM. Data dari Ditjen Postel per September 2006 menyebutkan jumlah pelanggan telepon GSM di Indonesia telah mencapai 53 juta pelanggan. Indef menduga terjadi kepemilikan silang atau kepemilikan saham Temasek secara tidak langsung di Indosat dan Telkomsel. Sebanyak 40 persen saham Indosat dimiliki oleh STT melalui ICL sedangkan sebanyak 35 persen saham Telkomsel dimiliki oleh SingTel. STT dan SingTel merupakan anak perusahaan Temasek Holdings. Dengan penguasaan terhadap dua operator dengan share market terbesar di Indonesia itu, Temasek diperkirakan menguasai sekitar 81,61 persen pangsa pasar industri telekomunikasi di Indonesia. Berdasarkan kajian Indef, analisis perilaku bisnis Temasek mencerminkan sikap anti persaingan usaha yang tidak sehat. Kajian Indef mengarah pada temuan bahwa posisi kepemilikan silang dan dominasi Temasek menjadikan perusahaan itu memiliki akses untuk mengontrol Indosat dan Telkomsel. "Posisi ini akan memudahkan terjadinya pertukaran informasi mengenai strategi bisnis dan pemasaran, termasuk strategi penentuan harga. Ini akan mendorong terjadinya perilaku oligopoli, kartel, dan cross subsidy," kata Fadhil. Ia mengatakan, operator-operator seluler Indonesia sangat diuntungkan dengan struktur pasar seluler yang mengarah pada oligopoli. "Dengan tingginya tingkat konsentrasi yang dimiliki oleh operator maka dia mempunyai kekuatan pasar untuk memperoleh tingkat keuntungan yang tinggi," katanya. Menurut Fadhil, dengan semakin sedikitnya jumlah perusahaan ditambah dengan adanya dugaan cross ownership maka akan mempermudah operator-operator tersebut berkolusi. Sementara itu, anggota komisi Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia Bambang P. Adiwiyoto mengatakan, tingginya tarif telepon seluler di Indonesia disebabkan oleh interkoneksi antar operator yang belum diketahui sebabnya. "Kalau kita saling menelepon sesama operator biayanya murah tetapi kalau sudah antar operator mahal sekali. Inilah yang belum kita ketahui sebabnya," katanya.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007