Jakarta (ANTARA News) - Lembaga swadaya masyarakat Lentera Anak mengecam kampanye penukaran buku anak dengan tembakau yang digagas pemilik pabrik tembakau di Jawa Barat, karena hal ini dinilai melanggar PP nomor 109/2012 tentang larangan membagikan produk tembakau secara cuma-cuma.

Ketua Lentera Anak Lisda Sundari mengatakan ketentuan untuk tidak memberikan secara cuma-cuma produk tembakau atau produk lainnya yang dikaitkan dengan produk tembakau sudah diatur dalam pasal 35 ayat 2 PP nomor 109 tahun 2012.

"Sehingga, bila ada pihak yang memberikan tembakau secara cuma-cuma, hal ini jelas merupakan sebuah pelanggaran terhadap aturan hukum yang legal," kata Lisda, Jakarta, Selasa.

Pernyataan Lentera Anak ini terkait kampanye penukaran satu buku cerita anak dengan sebungkus tembakau kering yang digagas Ferry Firman, pemilik produk tembakau bermerek "Paman" di Jawa Barat.

Lisda menjelaskan ada lima hal penting yang dilanggar penggagas kampanye ini, pertama, memberikan rokok secara cuma-cuma adalah pelanggaran hukum, khususnya melanggar PP 109 tahun 2012.

Kedua, kampanye berselubung program literasi ini bertujuan mempromosikan rokok kepada generasi muda Indonesia.

Ketiga, kampanye ini jelas dan tegas menyasar anak-anak berusia di bawah 18 tahun, Keempat, penggagas kampanye secara tegas menyatakan bahwa anak kecil yang merokok tidak apa-apa dan kelima, penggagas kampanye sudah melakukan kebohongan karena menyatakan tembakau tidak berbahaya bagi yang mengonsumsinya.

"Kampanye ini secara terang-terangan ditujukan kepada anak muda sehingga tegas menunjukkan bahwa industri rokok tidak pernah kehabisan strategi untuk terus menyasar anak muda sebagai target pemasaran rokok," kata Lisda.

Bagi perusahaan rokok, anak-anak dan remaja merupakan pasar potensial, karena remaja hari ini adalah calon pelanggan tetap perusahaan rokok di masa depan.

Lisda menambahkan, industri rokok terus menerus mencari cara dan strategi untuk mempromosikan produk rokok dan mendorong anak menjadi perokok, masalahnya adalah cara yang ditempuh kerap melanggar peraturan, dan informasi yang disampaikan menyesatkan karena tidak disampaikan secara jujur dan benar.

Dalam kasus kampanye penukaran buku dengan tembakau ini, Ferry Firman menyampaikan kepada situs berita bbc.com bahwa anak kecil merokok tidak apa-apa.

"Sungguh sangat disayangkan pernyataan yang beliau sampaikan kepada publik bahwa tidak masalah bila anak-anak merokok. Rokok mengandung 4000 bahan kimia berbahaya, dimana ratusan diantaranya bersifat beracun, dan 70 bahan di dalamnya bersifat karsinonegik atau penyebab kanker. Bagaimana mungkin kita bisa mengatakan bahwa rokok itu aman dan tidak berbahaya?" kata Lisda.

Dia juga mengutip pernyataan Ferry kepada media yang sama bahwa tembakau yang ia bagikan berbeda dengan rokok pabrikan karena masih berupa daun kering dan belum diproses secara pabrikan.

Menurut Ferry tembakau hanya mengandung nikotin dan bukan tar, sehingga tidak berbahaya sama sekali bagi perokok.

"Pernyataan tersebut jelas-jelas suatu kebohongan, semua hasil riset kesehatan sudah menunjukkan bahwa nikotin berbahaya bagi kesehatan. Bagaimana mungkin beliau mengatakan nikotin tidak berbahaya bagi perokok?"kata dia.

Dia berharap semua pernyataan yang tidak benar dan cenderung menyesatkan harus segera diluruskan, supaya masyarakat tidak terus menerus dibohongi.

Karena menilai kampanye ini lebih banyak mudharat daripada manfaatnya, Lentera Anak mendesak penggagas kampanye untuk segera menghentikan kampanye penukaran buku cerita dengan tembakau ini.

"Kampanye penukaran buku cerita dengan tembakau harus dihentikan. Karena tidak seharusnya sebuah program literasi disandingkan dengan program yang justru ingin menjerumuskan anak menjadi perokok," kata Lisda.

Dia menegaskan bahwa anak-anak dan remaja adalah aset bangsa Indonesia dan akan menjadi pemimpin bangsa di masa depan.

"Mari selamatkan masa depan Indonesia dengan menyelamatkan anak bangsa dari hal-hal yang akan merusak masa depan mereka," kata Lisda.

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018