Malang (ANTARA News) - Universitas Brawijaya (UB) Malang menggagas program beasiswa bagi individu (pribadi) maupun kelompok yang selama ini hak asasi manusia (HAM)-nya tertindas melalui "Munir`s Peace Human Right Award".
Wakil Rektor IV UB Malang Mohammad Sasmito Djati, Selasa mengungkapkan penggunaan nama Munir dalam penghargaan murni UB tersebut, semata-mata ingin menghargai alumni yang telah memperjuangkan perdamaian dunia dan HAM.
"Kami berusaha memperjuangkan penghargaan ini dengan mencantumkan nama Munir sebagai alumni UB yang telah merelakan nyawanya dalam perjuangannya untuk mewujudkan dunia yang damai tanpa ada penindasan HAM," katanya di sela media gathering bertajuk "UB: Mendulang Prestasi" di gedung rektorat kampus setempat.
Program beasiswa khusus yang HAM-nya tertindas tersebut, katanya, pihaknya akan memprioritaskan pada warga Palestina. Untuk selanjutnya, masih akan dibahas lebih lanjut. "Untuk saat ini kami memang memprioritaskan beasiswa bagi warga Palestina dulu," tuturnya.
Ia mengakui penghargaan yang diberikan melalui beasiswa tersebut, tak lepas dari visi yang diemban UB, yakni "Building up noble future". Pada visi ini berarti UB tak hanya ingin meningkatkan generasi muda dalam bidang kekinian, tapi juga moral, sehingga UB berusaha memperjuangkannya lewat sosok Munir yang berjuang hingga akhir hayatnya.
"Oleh karena itu, Munir menjadi bagian, bahkan ikon kita," tambah dia.
Menyinggung beasiswa yang bakal dicukurkan untuk warga Palestina tersebut, Sasmito mengatakan sekitar 10 orang yang akan mendapatkan beasiswa pendidikan strata dua (S2) maupun tiga (S3) di UB.
Dari sejumlah jurusan, hanya beberapa bidang yang menyediakan program beasiswa ini, di antaranya bidang pemerintahan dan teknologi.
Beasiswa tesrebut, lanjutnya, bukan hanya biaya untuk pendidikan, tetapi biaya hidup mereka termasuk keluarga yang dibawa juga akan ditanggung UB. "Itu semua dari anggaran kami yang saat ini masih dihitung besarannya," ujarnya.
Menyinggung mahasiswa yang bakal mendapatkan beasiswa tersebut, Sasmito mengatakan akan memprioritaskan para pegawai negeri di Palestina terlebih dahulu, sebab mereka lebih terikat dengan dengan pemerintahan Palestina dibandingkan warga sipil. Dengan demikian, mereka diharapkan setelah lulus dapat kembali ke negerinya.
"Kalau pegawai negeri pasti balik lagi ke negaranya. Kan banyak warga Palestina kalau ke luar negeri mereka lari dan tidak balik lagi. Kita tidak mau membiayai pendidikan seseorang yang ilmunya nanti malah buat yang tidak-tidak," katanya.
Mengenai perkembangan rekrutmen calon mahasiswa dari Palestina tersebut, Sasmito mengemukakan sekarang pihaknya tengah menyiapkan sistem seleksi yang akan diterapkan.
"Kedutaan Indonesia di Jordania juga sudah bekerja sama untuk membantu proses penyeleksian. Dan, yang pasti pak rektor UB akan langsung ke lokasi untuk memberikan penghargaan (beasiswa) itu secara langsung," ucapnya.
Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018