Jakarta (ANTARA News) - Juru Bicara Presiden, Andi Mallarangeng, membantah anggapan berbagai pihak bahwa kedatangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menemui korban lumpur panas di Sidoarjo merupakan "tebar pesona" mencari dukungan masyarakat dalam rangka Pemilu 2009. "Tidak ada tebar pesona. Karena bagi Presiden yang sedang menjabat yang perlu dilakukan adalah menjalankan tugasnya. Jadi tidak perlu tebar pesona segala macam," ujar Andi kepada wartawan di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu. Menurut dia, kalau presiden menjalankan tugas dengan baik maka otomatis rakyat akan memberi dukungan. "Lain halnya dengan mereka para `chalengger` (pesaing politik) yang harus bicara kiri dan kanan, dan muncul di sana dan muncul di situ. Presidan tidak demikian," ujarnya. Andi juga membantah bahwa keputusan Presiden berkantor selama tiga hari di kawasan lumpur Lapindo sebagai gambaran ketidakmampuan para menteri sebagai pembantu Presiden dalam menjalankan tugas. "Dalam organisasi kepemimpinan modern harus selalu ada implementasinya, lalu kemudian monitoring termasuk dari pemimpin tertinggi," ujarnya. Presiden Yudhoyono sendiri sesuai dengan latar belakangnya sebagai prajurit di lapangan sampai jenderal, diutarakan Andi, sifatnya memang selalu ingin melihat langsung situasi yang terjadi. "Karena dengan melihat langsung situasi di lapangan dan bertemu dengan korban lumpur, maka dapat diambil koreksi-koreksi dan Insya Allah ternyata hasilnya baik," ujarnya. Andi menyoroti bahwa hari ini sudah ada pembayaran terhadap para korban dan termasuk bidang-bidang tanah yang telah diverifikasi tim penanggulangan lumpur Lapindo. "Demikian juga dengan adanya `escrow account` (rekening penampungan sementara) yang selalu memiliki dana sekitar Rp100 miliar setiap minggu untuk pembayaran kepada pemilik tanah yang sudah mendapat verifikasi," ujarnya. Andi juga mengungkapkan, bahwa Nirwan Bakrie (pemilik saham di Lapindo) sudah menyatakan kesiapannya untuk menyelesaikan pembayaran. "Jadi tidak perlu khawatir," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007