Sumbawa (ANTARA News) - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan pembangunan desa jangan hanya fokus pada infrastruktur melainkan memperhatikan pembentukan manusianya.
Menurut Fahri, Indonesia telah mencapai kemajuan baik dari desa, kabupaten, maupun kota provinsi yang sedang merangkak tumbuh dengan baik.
“Cuma yang harus selalu kita pantau adalah pembangunan pada dasarnya untuk manusianya. Dia harus makin merdeka dan memiliki sebab-sebab untuk dia disebut sebagai manusia peradaban yang beretika, berakhlak, berbudi pekerti,” kata Fahri usai acara peringatan HUT ke-59 Kabupaten Sumbawa, di halaman Kantor Bupati Sumbawa, Senin.
Peradaban manusia, lanjut Fahri, harus diwarnai dengan nilai-nilai agama dan kenegaraan.
“Negara kita punya Pancasila, itu harus terus jadi standar ukuran sebab fisik (infrastruktur) nanti akan relatif,” ujarnya.
Fahri yang berasal dari Utan, Sumbawa, mengaku merasakan betul kemajuan yang terjadi di kota kelahirannya tersebut.
“Saya sebagai putra daerah lahir di sini, dapat menghirup udara perbedaan itu dari masa lalu yang gelap tidak ada listrik, orang masih terbelakang, tradisional, yang bisa bersekolah sedikit sekali. Sekarang begitu maju, infrastruktur maju, penerbangan setiap hari, feri tiap 20 menit,” tuturnya.
Ia mengungkapkan bahwa orang Sumbawa sangat terikat dengan agama sehingga hal tersebut juga harus menjadi standar dari kemajuan.
“Orang Sumbawa itu orang yang unik, mereka menyebut dirinya Tau Samawa. Samawa itu berasal dari bahasa arab, samawi (orang langit). Maksudnya mereka itu sangat terikat kepada Tuhannya. Mereka terikat kepada agama. Ini soal-soal yang harus menjadi standar juga dari kemajuan,” jelas Fahri.
Ketokohan Syeh Zainuddin Tepal
Masih dalam rangkaian HUT Kabupaten Sumbawa ke-59, Fahri Hamzah juga menjadi salah satu pembedah buku “Dea Guru Syaikh Zainuddin Tepal As-Sumbawi - Mahaguru Ulama Nusantara” karya Nurdin Ranggabarani bersama Prof. Dr. Din Syamsuddin, Surya Adi Putra, budayawan Taufik Rahzen dan Rektor Universitas Sumbawa di Auditorium Universitas Samawa.
Fahri mengatakan Sumbawa memiliki tokoh panutan yang menjadi ulama besar di Makkah, Arab Saudi, yakni Syeh Muhammad Zainuddin bin Muhammad Badawi As-Sumbawi Al-Tepali yang berasal dari Tepal, sebuah desa di Kecamatan Batu Lanteh, Sumbawa.
“Di puncak bukit pegunungan ada orang yang punya infrastruktur jiwa dan pikiran yang begitu luas. Di zaman itu ketika gelap, belum ada listrik, belum ada apa-apa, di pergi belajar ke mekkah lalu jadi guru (sekitar tahun 1820-an), lalu menikah dengan orang Malaysia dan jadi guru di Asia Tenggara,” ungkap Fahri.
Dalam paparannya, Fahri juga mengungkapkan peran sejarah besar ‘pra-Indonesia’ yang dimainkan oleh Kesultanan Islam Sumbawa, di dalamnya termasuk Sultan dan para Ulama, bersama-sama dengan kesultanan Islam Nusantara yang lain.
“Kesultanan Islam yang ada adalah awal dari Indonesia. Saya melihat pengabaian terhdap struktur kesultanan Islam yang ada harus dikembalikan. Kita harus perbaiki,” kata Fahri.
Ia menilai radikalisme bisa ditangkis dengan kembali pada tradisi keulamaan.
“Saya membayangkan kelak Sumbawa menjadi contoh di mana adat tradisi kita jaga baik sehingga lahir orang Sumbawa yang memegang karakter sebagai orang Indonesia dan muslim,” tambahnya.
Pewarta: Monalisa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018