Kebijakan pemerintah dan otoritas moneter untuk menjaga inflasi makanan dan mendorong daya beli terutama masyarakat menengah bawah melalui peningkatan belanja sosial, subsidi, dan dana desa akan menahan pelemahan konsumsi sektor swasta."

Jakarta (ANTARA News) - Standard Chartered Bank memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global pada 2018 sebesar 3,9 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) dibandingkan pertumbuhan ekonomi di 2017.

Kepala Riset Ekonomi ASEAN dari Standard Chartered Bank, Edward Lee, dalam konferensi pers di Jakarta, Senin, mengatakan salah satu faktor yang mendukung pertumbuhan tersebut adalah perekonomian di Amerika Serikat dan Uni Eropa yang cukup kuat.

"Serta perekonomian di China yang tetap menunjukkan tren pertumbuhan moderat walaupun akan mengalami perlambatan pertumbuhan," kata dia.

Edward menyebutkan terdapat beberapa faktor yang perlu terus diawasi, di antaranya risiko akibat normalisasi kebijakan moneter negara-negara maju dan risiko pertumbuhan perdagangan global yang tidak sekuat 2017.

Perdagangan global dinilai tidak akan berjalan sesuai prediksi dikarenakan beberapa faktor yang sebelumnya menyokong peningkatan volume dagang di 2017 akan memulai memudar.

Pertumbuhan ekonomi global juga dibayangi risiko geopolitik yang dapat mempengaruhi pasar dan pemulihan ekonomi global serta risiko kenaikan harga minyak yang tajam.

Terkait utang luar negeri, Standard Chartered Bank menilai ekonomi di Venezuela, Yordania, Argentina, Turki, dan Yunani adalah yang paling rawan.

Kemudian, menyoroti perekonomian di Indonesia, Standard Chartered Bank memperkirakan ekonomi Indonesia akan terus tumbuh didorong oleh berlanjutnya proyek infrastruktur pemerintah, pemulihan investasi swasta, membaiknya iklim investasi, dan permintaan ekspor.

Ekonom senior Standard Chartered Bank Indonesia, Aldian Taloputra, memperkirakan ekonomi Indonesia dapat tumbuh 5,2 persen pada 2018 dengan disokong sejumlah faktor seperti proyek pembangunan, iklim investasi yang lebih bergairah, dan kondisi permintaan ekspor yang berada di kisaran 5,1 persen.

"Kebijakan pemerintah dan otoritas moneter untuk menjaga inflasi makanan dan mendorong daya beli terutama masyarakat menengah bawah melalui peningkatan belanja sosial, subsidi, dan dana desa akan menahan pelemahan konsumsi sektor swasta," ucap dia.

Pewarta: Roberto Calvinantya Basuki
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018