Sharm El-Sheikh, Mesir (ANTARA News) - Mesir dan Arab Saudi menyatakan kesiapan mereka melanjutkan peran penengah antara kelompok-kelompok Palestina yang bertikai, menyusul pendudukan berdarah Gaza oleh Hamas, kata jurubicara kepresidenan Mesir, Suleiman Awad, di Sharm El-Sheikh, Selasa. Raja Arab Saudi, Abdullah, mengatakan kepada Presiden Mesir, Hosni Mubarak, dalam pembicaraan di kota wisata pantai Laut Merah, Sharm el-Sheikh, bahwa negaranya akan bersedia untuk melanjutkan peran mediasi antar-Palestina, kata Awad. "Ya, ini adalah hal perlu diatasi," kata Awad kepada wartawan setelah pertemuan, yang terjadi sehari setelah pertemuan puncak para pemimpin Timur Tengah, yang kurang meyakinkan, di Sharm. Namun dia menambahkan: "Kami perlu beberapa waktu untuk menenangkan suasana, bagi pertempuran kata-kata. "Kami perlu waktu untuk menciptakan iklim yang kondusif untuk menengahi konflik antara kelompok Hamas dan penguasa Palestina dalam rangka menyisihkan perbedaan-perbedaan mereka." Baik Arab Saudi dan Mesir telah terlibat dalam sejumlah upaya untuk mengakhiri pertempuran mematikan antara kelompok Islamis Hamas dan kelompok sekuler Fatah, yang dipimpin Presiden Palestina yang dinilai moderat, Mahmoud Abbas. Namun Arab Saudi pekan lalu mengatakan pihaknya segera menjalani peran penengah setelah kesepakatan pemerintah persatuan yang berumur tiga bulan yang diprakarsai Riyadh gagal, dalam perang antar kelompok yang mengakibatkan Hamas meminggirkan Fatah di Jalur Gaza, dan secara langsung membelah rakyat Palestina menjadi dua bagian yang terpisah. Mubarak Senin menyerukan dilanjutkannya kembali dialog antara kelompok-kelompok yang berseteru itu dalam pertemuan puncak yang digelar oleh Abbas dan Perdana Menteri Israel, Ehud Olmert, yang merupakan pertemuan pertama sejak pemimpin Palestina itu membubarkan pemerintah persatuannya yang dipimpin Hamas, menyusul apa yang dia sebut sebagai kudeta militer di Gaza. "Kami dengan sengaja pada hari ini ingin mengakhiri ketidak-sepahaman itu, dan mempersatukan pihak-pihak di Palestina melalui dialog," kata Mubarak kepada peserta pertemuan puncak, yang termasuk Raja Abdullah II dari Jordan. Hamas, yang sekarang sepenuhnya dikucilkan oleh Israel dan Barat di wilayah Gaza yang diduduki, juga telah menyatakan kesediaannya untuk berunding dengan Abbas untuk mengakhiri krisis. "Kami menyambut hangat seruan bagi dialog yang dilontarkan Presiden Mubarak bagi rakyat Palestina," kata perdana menteri Hamas yang tersingkir, Ismail Haniya, di Gaza, Selasa. "Kami berpendapat ini cerminan pemahaman yang baik terhadap demikian kompleksnya situasi, yang hanya bisa dipecahkan melalui dialog." "Dari sekarang kami telah siap untuk melakukan dialog," kata Haniya menambahkan, seperti dilaporkan AFP. Haniya menolak mundur dari posisinya, meskipun Abbas memecatnya tanpa upacara dan juga pemerintahannya yang dipimpin Hamas 14 Juni lalu. (*)
Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007