"Selama kawalu itu wisatawan dilarang memasuki kawasan Badui Dalam yang tersebar di Kampung Cibeo,Cikawartana dan Cikeusik," kata Santa (45) seorang warga Badui saat dihubungi di Lebak, Minggu.
Perayaan Kawalu sangat sakral bagi masyarakat Badui Dalam sehingga wisatawan dari luar tidak diperbolehkan memasuki kawasan itu.
Masyarakat Badui Dalam dengan ciri khas berpakaian putih-putih dengan lomar ikat kepala putih tidak menerima wisatawan sepanjang Kawalu.
Pelaksanaan Kawalu dilaksanakan selama tiga bulan dengan berpuasa serta berdoa meminta keselamatan bangsa dan negara yang aman, damai, dan sejahtera.
Apalagi, 2018 merupakan tahun politik ditandai dengan pelaksanaan pilkada secara serentak di 171 daerah di Tanah Air, termasuk di Kabupaten Lebak.
Tradisi Kawalu dirayakan tiga kali selama tiga bulan dengan puasa seharian.
Kawalu Pertama dimulai pada Februari dan Maret, Kawalu dua serta Kawalu ketiga pada April mendatang.
"Kami berharap Kawalu itu dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat," ujarnya.
Pemuka Adat yang juga Kepala Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Jaro Saija mengatakan pihaknya telah memasang papan peringatan di pintu gerbang Baduy di Ciboleger agar pengunjung menaati hukum adat.
"Selama melaksanakan Kawalu, kondisi kampung Badui Dalam sepi karena mereka meninggalkan aktivitas kegiatan di ladang dan lebih memilih tinggal di rumah-rumah," katanya.
Ia menambahkan wisatawan kembali diperbolehkan mendatangi kawasan Badui Dalam setelah Kawalu berakhir dan melaksanakan tradisi "Seba" dengan mendatangi bupati dan Gubernur Banten dengan membawa hasil-hasil bumi (pertanian).
"Setiap Seba masyarakat Baduy akan membawa hasil pertanian ladang, seperti gula merah, pisang dan petai," katanya.
Pewarta: Mansyur
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018