Jakarta (ANTARA News) - DPR RI dan Pemerintah dalam Rapat Paripurna DPR RI di Gedung DPR/MPR Jakarta, Selasa, sepakat menyetujui pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP-PPK) menjadi UU. Dengan UU tersebut, pemerintah akan menetapkan sejumlah wilayah sebagai kawasan strategis nasional, termasuk di antaranya adalah perairan Natuna. Kesepakatan untuk pengesahan itu diambil dalam Rapat Paripurna DPR yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar. Persetujuan RUU ini dicapai setelah 10 fraksi yang ada di DPR menyampaikan pandangan umumnya dan secara bulat menyetujui pengesahan UU tersebut. Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi mengatakan, UU tersebut akan menjadi payung hukum bagi pemerintah untuk melindungi sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang bersifat strategis. Menurut Freddy, sumber daya pesisir dan pulau-pulau yang bersifat strategis itu diantaranya adalah wilayah-wilayah yang termasuk dalam ekosistem pesisir yang unik dan menjadi situs warisan dunia yang letaknya ada di wilayah hukum NKRI. "Untuk itu, pemerintah sudah merencanakan beberapa calon kawasan strategis nasional tertentu, antara lain pulau-pulau kecil terluar yang menjadi tempat titik dasar, Sulu (Sulawesi), Raja Ampat (Papua), Natuna, Kepulauan Seribu dan Kepulauan Sangihe," katanya. Untuk melindungi kawasan strategis nasional itu maka UU PWP-PPK telah mengatur adanya memuat sanksi cukup tegas dengan ancaman pidana penjara minimal dua tahun dan maksimal 10 tahun atau denda minimal Rp2 miliar dan maksimal Rp10 miliar. Sedangkan tindakan yang dapat dikenai sanksi sesuai UU PWP-PPK itu antara lain adalah kegiatan penambangan ataupun eksploitasi terumbu karang di Kawasan Konservasi serta penggunaan bahan peledak dan bahan beracun yang dapat mengakibatkan rusaknya ekosistem terumbu karang. "Sanksi juga dapat dikenakan kepada seseorang, bila ia merusak mangrove (hutan bakau), padang lamun, menambang pasir, minyak, gas dan mineral yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan," tandasnya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007