"Kelelawar merupakan reservoir utama atau agen pembawa berbagai penyakit zoonosis yakni penyakit dari hewan yang menyerang manusia," kata Agus, dalam acara praorasi guru besar IPB di Kampus Baranangsiang, Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis.
Ia mengatakan dari hasil penelitian biomedis yang dilakukan menunjukkan kelelawar pemakan buah di Indonesia merupakan hewan pembawa berbagai virus yang berpotensi menjadi penyakit zoonosi.
Sebagian besar jenis penyakit zoonosis tersebut merupakan jenis virus baru yang belum pernah ditemukan sebelumnya. Beberapa jenis virus hasil isolasi dari kelelawar pemakan buah di Indonesia di antaranya "paramyxovirus" jenis baru, Alphaherpesvirus, Coronovirus, Polymavirus, dan yang terbaru Bufavirus.
"Risiko penularan dari kelelawar ke manusia semakin tinggi, karena kebiasaan konsumsi daging kelelawar oleh masyarakat di beberapa daerah di Indonesia," katanya.
Kelelawar memiliki kemampuan terbang yang dapat melintas batas negara ini yang membuat binatang bertaring itu berperan besar dalam penyebaran virus, atau resevoir utama.
Salah satu daerah di Indonesia yang masyarakatnya terbiasa makan daging kelelawar adalah Tomoho, Sulawesi Utara. Bagi sebagian masyarakat mengonsumsi daging codot atau kelelawar tersebut sangat istimewa.
Keistimewaannya karean daging kelelawar sudah menyatu dengan budaya masyarakat setempat, dan masyarakat mempercayai kelelawar memiliki khasiat untuk mengobati penyakit.
"Bisa disarankan tidak perlu mengkonsumsi daging kelelawar karena ada risiko yang harus dibayar mahal," kata Agus.
Menurutnya, walau sebagai masyarakat berpandangan memakan kelelawar sudah menjadi budaya dari tahun ke tahun dan tidak ada masalah. Tetapi ada yang meninggal karena kontak dengan kelelawar, hanya saja tidak terindentifikasi seseorang tersebut terinfeksi virus yang dibawa oleh kelelawar.
Pewarta: Laily Rahmawati
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018