"Beras-beras kualitas premium setara beras Delanggu asal Bantul dan Kulon Progo dianggap memiliki rasa yang enak sehingga banyak diminati konsumen di daerah lain," kata Arofa di Yogyakarta, Kamis.
Meski banyak diminati konsumen luar daerah, menurut dia, persentase beras yang didistribusikan petani untuk konsumen lokal DIY masih lebih besar.
"Persentase yang ke luar daerah rata-rata masih mencapai 20 persen, selebihnya untuk kebutuhan konsumen lokal," kata Arofa.
Ia mengatakan tingginya minat konsumen luar daerah terhadap beras asal DIY tidak memiliki andil signifikan terhadap ketercukupan persediaan beras untuk masyarakat di daerah itu. "Persediaan beras di DIY secara umum masih aman," kata dia.
Arofa menilai melambungnya harga beras di DIY lebih banyak dipicu kebutuhan masyarakat yang meningkat selama 2017.
Menurut dia, kebutuhan beras di DIY mengalami peningkatan dari 37.000 ton per bulan pada 2016 menjadi 47.000 ton per bulan selama 2017. Sejumlah bencana yang dipicu siklon tropis Cempaka, dinilai turut mendongkrak kebutuhan beras pada 2017.
"Ada tren kenaikan kebutuhan 10.000 ton pada 2017," kata dia.
Untuk mengurangi gejolak harga beras di pasaran, BKPP DIY berupaya menggenjot penjualan beras murah melalui toko tani indonesia (TTI) yang tersebar di empat kabupaten dan satu kota di DIY.
Menurut dia, TTI memiliki fungsi strategis baik bagi petani maupun konsumen hasil pertanian karena mampu memotong rantai distribusi atau tata niaga yang panjang.
"Kami memperkirakan harga beras akan mulai stabil kembali setelah memasuki masa panen raya pada Februari mendatang," kata dia.
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018