Sidoarjo (ANTARA News) - Hampir bersamaan dengan peninjauan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke lokasi luapan lumpur Lapindo Brantas Inc. melalui udara, PT Minarak Lapindo Jaya kembali melakukan transaksi jual beli lahan dengan korban luapan lumpur, Selasa.
Transaksi kali ini dilakukan dengan 11 warga. Mereka adalah enam warga Siring, dua warga Jatirejo Porong dan tiga warga Kedung Bendo Tanggulangin. Ke-11 warga ini memiliki 21 bidang tanah dengan luas 29.507 M2, dengan nilai transaksi Rp14.958.840.000.
Sesuai kesepakatan, warga menerima pembayaran 20 persen dari total transaksi, sehingga mereka mendapatkan dana Rp2.991.768.000.
"Kami tetap pada komitmen awal untuk menuntaskan pembayaran jual beli pada korban lumpur," kata Vice President PT Minarak Lapindo Jaya, Andi Darussalam Tabusalla, Selasa.
Dengan pembayaran ini, PT Minarak Lapindo Jaya telah menyelesaikan transaksi untuk 201 orang korban luapan lumpur. Total dana yang telah dikeluarkan Lapindo melalui PT Minarak Lapindo Jaya sekitar Rp 19,6 miliar atau 20 persen dari total transaksi yang harus mereka lunasi sekitar Rp98 miliar.
Tak Ada Tekanan
Ketua Tim Pengarah Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), Joko Kirmanto, memastikan bahwa pemerintah tak akan menekan manajemen Lapindo Brantas inc. terkait penyelesaian lumpur panas Porong.
"Tak usah ada tekan-menekan pada Lapindo," katanya, usai rapat dengan Lapindo Brantas inc.
Pemerintah juga memberikan kesempatan kepada manajemen Lapindo Brantas Inc untuk menyampaikan paparan tentang berbagai program aksi yang telah mereka jalankan untuk menyelesaikan masalah semburan lumpur panas berikut ekses sosial yang menyertainya, katanya.
Selain itu, Joko Kirmanto yang juga menjabat Menteri PU mengutarakan pihaknya belum berani memastikan pasca kunjungan kerja Presiden Yudhoyono ke Surabaya ini akan ada kebijakan pemerintah bersifat progressif terkait penanganan lumpur panas.
Menurut dia, kunjungan kerja Kepala Negara ke Surabaya adalah untuk mengumpulkan informasi dari berbagai pihak tentang masalah lumpur panas. Sebab, selama ini orang pertama di Indonesia itu mendapatkan informasi dan masukan perkembangan penanganan lumpur panas dari media massa dan pengaduan masyarakat yang masuk ke Presiden.
"Beliau ingin mendapatkan informasi lain dari berbagai pihak," katanya.
Karena itu, ia menandaskan dalam tempo dekat kemungkinan kecil ada kebijakan prinsipial terkait penanganan lumpur panas. "Semua informasi akan dikumpulkan untuk dijadikan rujukan dalam membuat keputusan," tambahnya. (*)
Copyright © ANTARA 2007