"MA telah memutus suatu perkara tidak menggunakan pisau analisis undang-undang organik tetapi menggunakan undang-undang lain yang tidak berhubungan," kata Tulus dihubungi di Jakarta, Minggu.
Menurut Tulus, seharusnya MA dalam memutus perkara uji materi terhadap Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 195 Tahun 2014 tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor di Jakarta menggunakan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bukan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Tulus mengatakan substansi Peraturan tersebut bukan melarang warga Jakarta bergerak atau melintas di Jalan Thamrin dan Medan Merdeka Barat, melainkan melarang melintas menggunakan sepeda motor.
"Sepeda motor hanya sarana. Untuk bergerak atau melintas di ruas jalan dimaksud bisa menggunakan transportasi yang lain, terutama angkutan umum," tuturnya.
Alasan bahwa larangan sepeda motor tidak adil karena belum ada angkutan umum yang memadai juga Tulus nilai tidak tepat.
"Senyaman apa pun kendaraan umum, pengguna kendaraan pribadi tidak akan pernah berpindah ke angkutan umum bila tidak dibarengi dengan upaya pengendalian kendaraan pribadi, termasuk sepeda motor," katanya.
Tulus menilai keputusan MA tersebut lebih menggunakan pendekatan populis, sebagaimana Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menganggap pengguna jalan memiliki kesetaraan yang sama tanpa diskriminasi.
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018