London (ANTARA News) - Parlemen Eropa akan melakukan pemungutan suara (voting) terkait energi dari sumber terbarukan, termasuk kelapa sawit Indonesia, pada 17 Januari 2017 di Markas Besar Parlemen Eropa, Strasbourg, Prancis.
Laporan, yang disebut Proposal Petunjuk Parlemen dan Dewan Eropa untuk Promosi Penggunaan Energi dari Sumber Terbarukan, Parlemen Eropa itu berupaya menghapuskan penggunaan biodiesel dari minyak sayur pada 2030 dan berbahan kelapa sawit, termasuk dari Indonesia, pada 2021.
Fungsi Ekonomi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Brussel, Belgia, Andi Sparringa kepada ANTARA News, Sabtu, mengemukakan bahwa usulan yang bersumber dari Komite Lingkungan Hidup (ENVI) Parlemen Eropa tersebut bertentangan dengan prinsip kebebasan dan keadilan niaga sekaligus menjurus kepada terjadinya pemisahan kebijakan tanaman terhadap produk sawit di Eropa.
Dikatakannya bahwa Indonesia telah mengadvokasi pentingnya kelapa sawit sebagai salah satu elemen utama dari kepentingan nasional karena menyangkut kesejahteraan 17 juta warga Indonesia, termasuk petani kecil dengan ketergantungan secara langsung maupun tidak langsung dari industri kelapa sawit.
Dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara dengan Uni Eropa (ASEAN-EU Summit) di Manila, Filipina, pada November 2017, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan agar praktik diskriminasi dan kampanye hitam terhadap kelapa sawit Indonesia dihentikan, terutama di Eropa.
Menteri Luar Negeri RI Retno L.P Marsudi juga menekankan adanya keterkaitan erat antara kelapa sawit dan upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia, sesuai dengan aspirasi dalam komitmen Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) 2030.
Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita berpandangan bahwa kebijakan memilih keluar (singling out) terhadap produk kelapa sawit tidak dapat menjadi basis yang baik bagi masa depan hubungan Indonesia dengan Uni Eropa.
Dikatakannya, dinamika itu dikhawatirkan dapat mengganggu hubungan kerja sama ekonomi antara kedua pihak, terutama di tengah guliran perundingan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (Indonesi-EU Comprehensive Economic Partnership Agreement/IEU CEPA).
Untuk memaksimalkan tekanan politik terhadap Parlemen Eropa, KBRI Brussel menggalang aliansi dengan kedubes negara-negara produsen sawit di Brussel, seperti Brazil, Ekuador, Guatemala, Honduras, Kolombia dan Malaysia.
Hal itu, bagi Indonesia sebagai langkah bersama, dan akan disusun surat bersama kepala perwakilan negara-negara produsen sawit kepada Parlemen Eropa sebagai bentuk protes.
Selain itu, perwakilan negara produsen kelapa sawit juga melakukan kiprah bersama secara langsung kepada Presiden Parlemen Eropa Antonio Tajani menjelang dilaksanakannya dialog segitiga antara Parlemen Eropa, Komisi Eropa, dan Dewan Eropa pada Februari 2018 dengan agenda membahas kebijakan Uni Eropa pasca-pemungutan suara laporan Proposal Petunjuk Parlemen dan Dewan Eropa untuk Promosi Penggunaan Energi dari Sumber Terbarukan.
Pesan utama yang ditekankan Pemerintah Indonesia kepada Uni Eropa adalah Indonesia siap bekerja sama dengan Uni Eropa untuk membangun pengertian yang lebih baik mengenai keberlangsungan kelapa sawit, termasuk penguatan sertifikasi Sistem Kelapa Sawit Indonesia yang Berkelanjutan (Indonesian Sustainable Palm Oil System/ISPO).
Indonesia juga menggarisbawahi pentingnya kebebasan berniaga dengan mematuhi prinsip-prinsip Organissi Pasar Bebas Dunia (World Trade Organization/WTO) agar Uni Eropa menghentikan tindakan diskriminasi yang mendiskreditkan kelapa sawit dari segi produktivitas, karena minyak kelapa sawit jauh lebih efektif dari sisi penggunaan lahan produktifnya daripada minyak sayur lainnya, seperti minyak lobak (rapeseed) dan kedelai (soybean) .
Pewarta: Zeynita Gibbons
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2018