Alhamdulillah, saya tidak menyangka diberi anugerah bergengsi ini."

London (ANTARA News) - Profesor muda asal Indonesia Irwandi Jawsir meraih Penghargaan Internasional Raja Faizal (King Faizal International Prize) dari Yayasan Raja Faisal (King Faisal Foundation), yang juga pernah diraih tokoh nasional Mohammad Natsir pada 1980.

Penghargaan diterima Irwandi atas jasanya mengembangkan riset dan pengembangan Ilmu Halal, dan sebagai pengakuan atas jasanya untuk Islam dan umat Muslim, demikian keterangan Panitia Penghargaan Internasional Raja Faisal dalam laman Internetnya.

"Alhamdulillah, saya tidak menyangka diberi anugerah bergengsi ini. Tapi, lebih dari itu, penghargaan ini merupakan kemenangan buat para saintis di negara-negara Islam, terutama di Asia," demikian keterangan Prof Irwandi Jawsir kepada ANTARA News, Sabtu.

Irwandi, pria kelahiran Medan, Sumatera Utara, 20 Desember 1970, meraih gelar sarjana di Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor (IPB) pada 1970, kemudian meraih gelar doktor di Universiti Putra Malaysia pada 2000.

Saat ini ia bekerja sebagai koordinator riset di Halal Industry Research Centre, Universitas Islam Internasional di Malaysia dan hasil risetnya banyak mengisi berbagai jurnal ilmiah dan artikel ilmiah internasional.

Menurut Irwandi, menelaah Al Quran dari kacamata ilmu pengetahuan ada tantangan tersendiri.

"Ketika orang menghargai karya Anda, itu tentu memberi kepuasan tersendiri. Semoga anugerah ini memberi kebaikan buat semua," ujarnya.

Irwandi, yang mengoleksi sebanyak 60 penghargaan internasional, termasuk Asia Pacific Young Scientist Award 2010 dari Scopus dan Habibie Award di bidang Kedokteran dan Bioteknologi 2013.

Ia adalah orang kedua yang mendapat penghargaan dari King Faisal International, setelah M. Natsir.

"Saya orang kedua dari Indonesia yang mendapat penghargaan. Orang Indonesia pertama yang mendapat penghargaan adalah Mohammad Natsir tahun 1980. Jadi, sudah 38 tahun," ujarnya.

Menurut Irwandi, kebanyakan penerima penghargaan di kategori Pelayanan untuk Islam (Service to Islam) itu adalah ulama, pakar agama atau politisi.

"Saya merupakan ilmuwan pertama yang menang kategori ini," ujarnya.

Dengan kemenangannya, Irwandi mendapatkan sertifikat kaligrafi bertuliskan tangan tentang prestasinya dan emas 24 karat seberat 200 gram, serta uang senilai 200.000 dolar Amerika Serikat (AS) atau sekira Rp 2,673 miliar.

Irwandi dinilai sukses menjadikan Universitas Islam Internasional di Malaysia menjadi pusat penelitian dan riset terkait makanan halal.

Penghargaan itu juga diberikan atas jasanya melakukan riset tentang makanan halal alternatif, dan produksi gelatin dari produk nonbabi, seperti unta dan ikan.

Ia juga dianggap berjasa mengembangkan teknik cepat untuk mengidentifikasi makanan, kosmetik dan produk-produk nonhalal, seperti metode Portable Electronic Nose yang mampu mendeteksi keberadaan alkohol dan lemak babi di makanan maupun minuman, sehingga akan memudahkan warga Muslim memilih makanan halal.

Acara pemberian Penghargaan King Faisal International Prize itu dihadiri Pangeran Khaled Al-Faisal, merupakan emir Makkah dan Ketua Yayasan Raja Faisal digelar di Prince Sultan Grand Hall of Al-Faisaliah Center di Riyadh, Rabu lalu (10/1).

Setiap tahun King Faisal Foundation membuka nominasi untuk lima kategori, termasuk kedokteran dan ilmu pengetahuan.

"Saya dinominasikan dari kampus International Islamic University Malaysia, tempat saya menjadi professor dan peneliti," ujar suami Fitri Octavianti yang berkarier sebagai dokter gigi itu. Ia dan Fitri dikarunia empat anak.

Selama ini pula ada 120 publikasi ilmiah di jurnal internasional berkaitan pangan dan industri halal, dan banyak mengembangkan alternatif bahan halal untuk pangan, kosmetik dan obat-obatan, meneliti cara mendeteksi bahan tidak halal, melakukan pelatihan sertifikasi halal di dalam dan luar negeri, demikian Irwandi Jawsir.

Pewarta: Zeynita Gibbons
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2018