Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Agung RI HM Prasetyo menyatakan setiap praperadilan harus mempunyai objek yang jelas dan tidak melanggar pasal 77 KUHAP.
"Praperadilan itu kan ada beberapa kan yang dituntut praperadilan itu. Misalnya penghentian penyidikan, penetapan tersangka, penetapan tahanan, penangkapan, penyitaan atau penggeledahan pasal 77 KUHAP yang diperluas oleh MK. Sekarang tuntutannya apa, polisi mugkin tidak menghentikan penyidikan, mungkin masih perlu cukup bukti-bukti, kita tidak membela sana-sini ya, tapi yang pasti untuk menuntut praperadilan, harus jelas," katanya di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, jika ada saksi mengajukan gugatan praperadilan suatu kasus, sementara belum ada tersangkanya, maka objek praperadilan harus jelas.
"Ya silakan aja, tapi kalau diterima atau tidak kan hakim yang memutuskan. Ya kan, obyek nya jelas apa tidak, kalau tidak ada obyek nya apa yang mau dituntut," katanya.
Sebelumnya, Advokat Utama Divisi Hukum Mabes Polri Kombes Pol Veris Septiansyah menilai, gugatan praperadilan yang diajukan oleh Gunawan Jusuf dan M Fauzi Thoha sebagai pemohon terhadap Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri selaku termohon sangat aneh dan tidak tepat.
"Iya. Menurut kita asumsi kita ya boleh-boleh saja. Kita kembali? pada hukum acaranya Pasal 77 KUHAP tentang objek perkara praperadilan," kata Veris di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (10/1).
Gunawan dan Fauzi menggugat Polri terkait diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan lanjutan Nomor: SP.Sidik/896 Subdit I/VI/2017/Dit Tipidum tanggal 22 Juni 2017.
Penyidikan itu terkait kasus sengketa lahan di Lampung. Namun Polri tidak menjelaskan kasus itu secara rinci tapi karena termasuk materi penyidikan, bukan materi praperadilan.
Padahal, Polri mengeluarkan Sprindik tersebut menindaklanjuti laporan dari Walfrid Hot Patar S sesuai Nomor Laporan Polisi: LP/369/IV/2017/Bareskrim tanggal 7 April 2017.
Bahkan, status Gunawan dan Fauzi juga masih sebagai terlapor dan saksi bukan tersangka.
Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018