Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia dan Australia sepakat menjajaki kesepakatan perdagangan bebas ("Free Trade Agreement"/FTA) bilateral untuk meningkatkan investasi dan akses pasar produk ekspor dua negara. "Kita akan rekomendasikan pada kepala negara masing-masing untuk melakukan studi bersama mengenai kemungkinan FTA," kata Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dalam jumpa pers Pertemuan Tingkat Menteri Perdagangan dua negara di Jakarta, Senin. Menteri Perdagangan Australia Warren Truss mengatakan untuk studi bersama potensi FTA itu akan membutuhkan waktu setidaknya dua tahun. "Saya menyambut baik laporan kelompok pakar `Trade and Investment Framework` termasuk rekomendasi supaya Australia dan Indonesia melakukan studi kelayakan perjanjian perdagangan bebas bilateral. Rekomendasi ini akan dipertimbangkan oleh para pemimpin kita," kata Truss. Meski FTA Indonesia dan Australia masih dalam tahap penjajakan, namun dalam kerangka ASEAN sudah ada proses pembentukan FTA ASEAN-Australia-Selandia Baru. Pertumbuhan perdagangan dan investasi Indonesia dan Australia selama 10 tahun terakhir meningkat hingga 56 persen. "Tapi pertumbuhan perdagangan Australia dengan negara Asia lainnya tumbuh lebih cepat lagi.Kita harapkan nantinya hubungan dagang dengan Indonesia bisa meningkat lagi,"ujar Truss. Untuk itu, Pemerintah Indonesia dan Australia sepakat akan menghapus hambatan dalam hubungan dagang dan investasi bukan hanya di sektor minyak dan gas namun juga agrikultur, manufaktur dan jasa. Saat ini pertumbuhan perdagangan Indonesia-Australia mencapai 24,4 persen, namun angka itu masih lebih rendah dibanding angka yang dicapai negara ASEAN lainnya dengan Australia. Sejak 2002 hingga 2005, perdagangan non migas Indonesia selalu defisit. Pada 2005 ekspor non migas Indonesia hanya 1,13 miliar dolar AS sedangkan impor mencapai 2,25 miliar dolar AS. Pada 2006, ekspor non migas mencapai 1,60 miliar dolar AS dan impornya mencapai 2,68 miliar dolar AS. Dalam pertemuan tersebut hadir 35 pemimpin bisnis dan perwakilan bisnis senior dari sejumlah sektor industri Australia yang tertarik untuk memperluas investasinya di Indonesia antara lain infrastruktur dan sumber daya alam. Total investasi Australia di Indonesia hingga 2005 mencapai 2,6 triliun Dolar Australia atau naik 7,2 persen dibanding tahun sebelumnya, sedangkan investasi Indonesia di Australia mencapai 487 juta dolar Australia di tahun yang sama. Sementara itu Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Thomas Darmawan menyatakan investasi Australia sangat diperlukan terutama di sektor pangan. Hal itu disebabkan karena Indonesia masih sangat tergantung pada Australia terutama dalam pengadaan daging, susu dan gandum (terigu). Jika terjadi sesuatu di Australia akan berdampak besar pada ketahanan pangan Indonesia, kata Thomas seraya menjelaskan bahwa impor produk daging Australia oleh Indonesia mencapai 50 ribu ton per tahun, sedangkan impor sapi hidup mencapai 400 ribu ekor per tahun. "Saat ini, jika Australia mengurangi ekspor daging atau gandum, harganya di Indonesia akan melambung," ujarnya. Wakil Ketua Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia, Sunarti, mengatakan perusahan Australia ELDERS telah menyatakan minatnya untuk berinvestasi di bidang pembibitan sapi perah dan sapi potong.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007