Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan pengenaan tambahan Pungutan Ekspor (PE) minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya pada 15 Juni menjadi rata-rata 6,5 persen akan menurunkan kinerja ekspor komoditi andalan Indonesia itu antara 5-7 persen saja. "Kenaikan PE sudah diperhitungkan dampaknya terhadap penurunan ekspornya, kira-kira 5-7 persen. Kita anggap itu tidak terlalu tinggi karena itu kita tidak menaikkan PE dengan sangat tinggi," kata Mendag di Jakarta, Senin. Jika PE dikenakan sangat tinggi, lanjut dia, maka dampaknya terhadap kinerja ekspor akan besar dan harus dicari keseimbangan antara ekspor dan kebutuhan pasokan CPO dalam negeri. "Untuk harga minyak goreng kita harapkan harga turun sampai Rp7.000-Rp7.500 per kg tapi ini masalah waktu," ujarnya. Dampak pengenaan PE, menurut Mari, tidak dapat terjadi seketika namun membutuhkan waktu beberapa bulan. "PE tambahan itu dampaknya menurunkan ekspor, sehingga punya dampak terhadap penurunan harga. Tapi PE bukan satu-satunya instrumen untuk menurunkan harga minyak goreng dalam negeri," tambahnya. Menurut dia, pemerintah masih mempelajari dan mengevaluasi penerapan Domestik Market Obligation (DMO/kewajiban pasok dalam negeri) atau Operasi Pasar (OP) yang terarah pada masyarakat yang membutuhkan saja. "Yang akan kita bantu itu siapa? Apakah seluruh masyarakat atau hanya terarah pada rakyat yang berpendapatan rendah. Itu akan menentukan bentuk DMO yang akan diterapkan," jelasnya. Dari sisi pasokan, Indonesia tidak memiliki masalah namun jika diputuskan untuk melakukan subsidi harga minyak goreng diperkirakan sulit karena Indonesia tidak memiliki aturan hukum untuk melakukannya. "Jumlah tidak masalah, tapi siapa yang mau menanggung selisih harganya (antara harga internasional dan harga yang ditargetkan) karena ada aspek hukum yang harus kita ikuti. Ini harus kita cermati dengan baik karena semua pemainnya swasta berbeda dengan Malaysia yang kebanyakan pemainnya secara langsung atau pun tidak langsung adalan milik pemerintah," paparnya. Dengan pola kepemilikan perusahaan CPO seperti Malaysia, maka lebih mudah untuk menentukan kebijakan subsidi untuk kebutuhan dalam negeri mereka. "Dalam sistem anggaran kita tidak punya mekanisme itu (dana PE untuk subsidi minyak goreng) dan kita tidak punya jangkauan untuk mengendalikannya. Subsidi harus efisien, dan tepat sasaran," tuturnya. Ekspor CPO Indonesia pada 2006 mencapai 12,1 juta ton, dan tahun ini ditargetkan meningkat hingga 13,2 juta ton dengan perolehan devisa 4,3 miliar dolar AS.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007