Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Agus Hermanto yakin partainya tetap bisa mengajukan calon presiden atau calon wakil presiden pada Pemilu Presiden 2019 setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan mengenai ambang batas partai atau gabungan partai mengajukan calon presiden.

"Kalau sekarang 20 persen, itu masih terbuka luas apakah kami ajukan capres atau cawapres. Kalau lihat dari peta politik yang ada, kami melihat juga gabungan partai yang ada," kata Agus di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat.

Dia mengatakan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai Demokrat pada Mei 2017 di Mataram, Nusa Tenggara Barat, menegaskan bahwa pada Pemilihan Presiden 2019 partai akan mengajukan kader atau orang dalam partai menjadi calon presiden dan calon wakil presiden.

Wakil Ketua DPR itu mengatakan Demokrat saat ini belum bisa memutuskan akan berkoalisi dengan partai tertentu pada Pemilihan Presiden 2019 karena masih serius mengurusi pendaftaran partai politik.

"Tentu untuk Demokrat menentukan dari Majelis Tinggi, namun hasilnya belum keluar karena harus mempelajari peta politik terkini," ujarnya.

Agus juga mengatakan bahwa Partai Demokrat menghargai Keputusan MK. Setelah keputusan tersebut, ia mengatakan, partai-partai politik harus menyiapkan rencana ke depan.

"Seluruh parpol, apalagi di DPR ini menyiapkan beberapa rencana, misalnya kalau rencana A tidak lebih baik, maka rencana B. Semuanya sudah menyiapkan teori-teori yang berkaitan dengan putusan MK tersebut," ujarnya.

Mahkamah Konstitusi menolak uji materi pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang diajukan Partai Idaman.

Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat pada Selasa (9/1) membacakan putusan mengenai uji materi pasal tersebut, yang mengatur ambang batas partai politik atau gabungan parpol mencalonkan presiden.

Menurut pasal tersebut, partai politik atau gabungan parpol harus memiliki 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional pada pemilu 2014 untuk bisa mengusung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.

Dalam pertimbangannya, MK menilai penetapan ambang batas itu relevan untuk memperkuat sistem presidensial, supaya presiden yang terpilih nantinya bisa memiliki kekuatan di parlemen.

MK juga menilai pasal 222 tidak diskriminatif dan tidak kedaluwarsa karena merupakan bagian dari undang-undang baru yang disahkan pemerintah dan DPR pada 2017.


Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018