Jakarta (ANTARA News) - Dua dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Inu Kencana dan Andi Asikin, melaporkan dugaan korupsi di IPDN yang berpotensi merugikan negara hingga Rp2,54 miliar ke bagian pengaduan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Jalan Juanda, Jakarta, Senin. Andi menjelaskan, korupsi diduga terjadi pada penyewaan lahan pertanian milik IPDN di Kecamatan Jatinangor, Jawa Barat, seluas 1.000 hektare kepada masyarakat sekitar yang terdiri atas 12 desa. "Selama ini yang diekspose hanya seluas 280 hektare. Penyewaan ini sudah berlangsung selama 13 tahun dan diduga merugikan negara hingga Rp2,5 miliar," ujarnya. Andi juga melaporkan praktik penyewaan kandang ternak dan lahan perikanan IPDN yang selama ini dijadikan tempat praktik latihan oleh praja IPDN. "Hasil dana penyewaan lahan itu tidak masuk ke dalam kas IPDN. Diduga, praktiknya dilakukan oleh oknum penguasa IPDN berinisial M," katanya. Andi dan Inu yang dalam laporannya mengatasnamakan Forum Komunikasi Reformasi Sekolah Pamong Praja (FKRSPP) itu juga melaporkan raibnya ratusan hewan ternak berupa sapi, kerbau, dan kambing, yang berasal dari bantuan berbagai Pemerintah Provinsi di Indonesia. Tidak hanya lahan pertanian dan hewan ternak, FKRSPP juga melaporkan praktik dugaan korupsi dalam pengadaan Pakaian Dinas Harian (PDH) milik 1.500 Praja Angkatan 2006. "Untuk pengadaan PDH bagi 1.500 praja itu telah dilakukan penarikan uang senilai Rp700 ribu per praja untuk empat potong pakaian. Namun, praktiknya, praja hanya mendapat satu PDH," ujar Andi. Pengadaan PDH itu pun, lanjut dia, sebenarnya sudah dianggarkan dalam anggaran IPDN, sehingga seharusnya sudah tidak dilakukan lagi pemungutan biaya dari para praja. Kedua dosen IPDN itu juga melaporkan praktik pemotongan gaji terhadap para praja IPDN yang dilakukan secara otomatis oleh bagian keuangan IPDN. Padahal, menurut mereka, praja IPDN tidak pernah diminta persetujuan tentang pemotongan itu dan hasil pemotongan tersebut tidak pernah dipertanggungjawabkan oleh IPDN. "Para praja tidak pernah menerima bukti penerimaan pemotongan gaji setiap bulannya. Praja juga tidak pernah diberikan laporan pertanggungjawaban atas penggunaan dana tersebut," tutur Andi. Kebijakan pemutihan di masa kepemimpinan Rektor IPDN I Nyoman Sumaryadi pada 2004, lanjut dia, juga diduga dijadikan peluang oleh beberapa oknum IPDN untuk menjaring uang. Menurut Andi, atas kebijakan pemutihan itu maka puluhan praja yang sudah dipecat dapat diterima kembali dan hal itu dimanfaatkan oleh oknum Komisi Disiplin IPDN untuk meminta uang dari para praja yang diterima kembali. Laporan dugaan korupsi di IPDN itu diterima oleh bagian pengaduan KPK untuk ditelaah. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007