Yogyakarta (ANTARA News) - Teknik cofferdam untuk mengatasi semburan lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, akan menelan biaya sangat besar, kata pakar geologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Agus Hendratno MSc, di Yogyakarta, Senin. Dia mengatakan teknik cofferdam pada intinya memanfaatkan lumpur untuk menekan lumpur itu sendiri, sehingga lama kelamaan semburannya akan berhenti. "Gagasan untuk menggunakan teknik tersebut sebenarnya pernah dimunculkan dan diusulkan pakar geologi dari sebuah perguruan tinggi di Surabaya kepada pemerintah, tetapi tampaknya tidak ada tindak lanjut dari pemerintah pusat," katanya. Kemudian muncul ide penerapan teknik yang mirip dari beberapa pakar asal Jepang, dan tampaknya direspons positif oleh pemerintah Indonesia. "Namun, sampai sekarang belum ada kejelasannya," katanya. Menurut Agus, untuk menerapkan teknik cofferdam, lebih dulu perlu dibuat bendungan yang tinggi dan kuat yang melingkari kolam penampungan lumpur. Semburan lumpur diarahkan ke atas melalui semacam corong, sehingga lumpur itu jatuh kembali ke kolam tersebut dan tidak ke mana-mana. "Setelah genangan lumpur itu melebihi ambang batasnya, lumpur akan menekan ke bawah. Semakin berat beban, tekanannya semakin besar," kata dia. Ia mengatakan, semburan lumpur akan berhenti apabila terjadi keseimbangan antara tekanan dari atas dan dari bawah. "Menurut teori, semburan lumpur akan berhenti jika ada tekanan dari atas dan dari bawah seimbang," katanya. Namun, ia tidak bisa memprediksi efektivitas teknik tersebut, karena sangat tergantung dari berapa besar volume lumpur yang masih ada di dalam tanah yang belum keluar ke permukaan, dan berapa besar daya tampung kolam dengan bendungan tinggi yang melingkarinya. "Tetapi yang pasti perlu biaya besar untuk menerapkan teknik itu, terutama untuk membuat bendungan tinggi dan kuat yang melingkari kolam yang ada," kata Agus Hendratno yang pernah tergabung dalam tim ahli yang melakukan penelitian awal terhadap semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo. Dia mengatakan, dari prediksi para ahli yang telah melakukan penelitian dan analisa secara ilmiah, semburan lumpur yang muncul sejak 29 Mei 2006 itu baru akan berhenti sekitar 30 tahun lagi.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007