Perubahan kebijakan semacam itu seharusnya melalui referendum

Jakarta (ANTARA News) - Seorang pengacara Guatemala memperkarakan keputusan pemerintah negaranya memindahkan kedutaan besar di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem, dengan menyebut langkah itu melanggar hukum internasional.

Sang pengacara bernama Marco Vinicio Mejia itu mengajukan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi, Senin waktu setempat, dengan menyatakan pernyatan pada 24 Desember untuk memindahkan kedutaan besar ke Yerusalem sebagai menyalahi prinsip, aturan dan praktik hukum internasional dalam kaitannya dengan proses perdamaian Palestina-Israel.

"Perubahan kebijakan semacam itu seharusnya melalui referendum," sanggah dia.

Dua juga menuduh Presiden Guatemala Jimmy Morales telah menyalahi standard pemerintahan dengan memilih Facebook sebagai media untuk menyampaikan pengumuman itu, padahal seharusnya kementerian luar negeri yang harus mengumumkan kebijakan itu.

Sejauh ini Guatemala menjadi satu-satunya negara yang mengikuti langkah Presiden Amerika Serikat Donald Trump memindahkan kedutaan besar ke Yerusalem.  Beberapa negara tetangganya seperti Honduras disebut-sebut bakal mengikuti jejak Guatemala, kendati pekan lalu El Salvador menandaskan tidak akan memindahkan kedutaan besarnya ke Yerusalem.

Guatemala sudah menjadi negara sahabat Israel sejak Israel berdiri pada 1948.  Guatemala adalah salah satu negara pertama yang mengakui Israel dan pada 1959 menjadi negara Amerika Latin pertama yang membuka misi diplomatik di Yerusalem.

Pada 1978 —sekitar satu tahun dari Perang Enam Hari dan dua tahun sebelum Resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyeru negara-negara untuk memindahkan misi diplomatiknya dari Yerusalem,-- Guatemala memindahkan kedutaan besarnya ke Herzliya di Tel Aviv, demikian AFP.

Pewarta: -
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2018