Jakarta (ANTARA News) - Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan masih banyak masyarakat di sekitar Gunung Agung Bali yang memilih tidak mengungsi.
"Dari 190 ribu penduduk yang tinggal pada radius berbahaya delapan kilometer hingga 10 kilometer, hanya 70 ribu yang mengungsi. Itu berarti ada 100 ribu lebih yang tetap tinggal," kata Sutopo dihubungi di Jakarta, Rabu.
Sutopo mengatakan sebaiknya memang radius yang dinyatakan berbahaya oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) dikosongkan. Namun, bila hanya tinggal di pengungsian, masyarakat bisa kehilangan penghidupannya.
Apalagi, sifat masyarakat itu tidak suka "menengadahkan tangan" menunggu bantuan. Jadi, daripada terbatas tinggal di pengungsian, mereka tetap memilih bekerja dengan bertani atau beternak di rumahnya.
"Mereka tidak mau mengungsi karena sudah lama tinggal di situ. Mereka percaya tempat tinggalnya aman sehingga ingin menjaga ternak, rumah dan lahan pertaniannya. Selain itu, mereka juga memiliki keyakinan Gunung Agung tidak akan melukai mereka," tuturnya.
Sutopo mengatakan letusan besar terakhir dari Gunung Agung terjadi pada 1963. Aktivitas vulkanik beberapa waktu belakangan tidak akan menyebabkan letusan sebesar 1963 karena energi yang ditunjukkan tidak sebesar saat itu.
Selain itu, Gunung Agung juga diperkirakan tidak akan mengeluarkan awan panas, momok yang paling berbahaya dari sebuah letusan gunung berapi. Pasalnya, kawah Gunung Agung baru terisi sepertiga.
"Kalau lava sudah mulai meluber dari kawah, baru akan terbentuk awan panas," ujarnya.
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2018