Sharm El-Sheikh, Mesir (ANTARA News) - Para pemimpin Timur Tengah, Senin, bertemu di Mesir guna mendukung Presiden Palestina, Mahmud Abbas, dan kabinet barunya yang didukung Barat, setelah pendudukan berdarah Jalur Gaza oleh Hamas. Israel, Jordania dan Palestina hadir dalam pertemuan tingkat tinggi segi empat yang digelar oleh Mesir di kota wisata pantai Laut Merah, Sharm el-Sheikh, setelah kelompok Islam Hamas bentrok dengan pasukan keamanan Fatah di Gaza, di tengah harapan-harapan dimulainya kemhali proses perdamaian. Sementara itu, Israel Ahad menyetujui pembebasan 'dalam prinsip' ratusan juta dolar hasil penerimaan pajak kepada kepemimpinan Palestina di Tepi Barat, yang ditahan sejak Hamas menang pada pemilu 2006, langkah yang mengecilkan harapan-harapan dicapainya terobosan dalam perundingan perdamaian. "Mari kita tunggu dan lihat stabilisasi pemerintah Palestina yang baru," kata jurubicara Perdana Menteri Israel, Ehud Olmert, Miri Eisin saat pelantikan kabinet darurat itu akhir pekan lalu. Pemerintah pimpinan Hamas saat berkuasa menguasai lebih dari 15 bulan penerimaan pajak, yang sekarang ditaksir lebih dari 600 juta dolar, yang memicu krisis keuangan bagi pemerintah Palestina dan membuat tak bisa membayar pegawai dan kontraktornya. Abbas dan para peserta Arab lainnya pada pertemuan puncak telah mendesak Israel untuk mendukung kepemimpinan Palestina, di samping menyerukan ditetapkannya tanggal bagi pelanjutan perundingan perdamaian. Raja Abdullah, dari Jordan, telah mengadakan pembicaraan dengan Abbas di Amman Ahad, setelah dia `menandaskan bahwa pertemuan tingkat tinggi harus berhasil mencapai peluang untuk memformulasikan batas-waktu yang jelas bagi dimulainya lagi perundingan-perundingan Israel-Palestina." Jurubicara Abbas, Nabil Abu Rudeina, mengatakan bahwa pemimpin Palestina akan menuntut "pencabutan menyeluruh pengepungan dan langkah serius untuk memajukan proses perdamaian dalam rangka mewujudkan negara Palestina." Tetapi Olmert, Ahad, mengatakan para menterinya yang dia juga perkirakan berusaha dari sikap Abbas pada pertemuan tersebut - yang merupakan pertemuan mereka yang pertama sejak 15 April, setelah rencana pertemuan awal Juni gagal. "Saya akan mengajukan permintaan-permintaan pada pertemuan tersebut berkaitan dengan keamanan dan perang terhadap terorisme, sementara itu pada saat yang sama menegaskan bahwa kami siap untuk bekerjasama dengan pemerintah baru," kata perdana menteri. Anggota kabinet bidang keamanan, Shaul Mofaz, mantan panglima militer, mengatakan bahwa tindakan selanjutnya adalah mendukung Abbas akan ditunggu sampai dia bersikap serius dalam bekerjasama dengan Israel. Mesir dan Jordan, dua negara yang telah menandatangani kesepakatan damai dengan Israel, meyakini bahwa stabilitas di wilayah Palestina akan terwujud jika perdamaian sudah di tangan. "Tujuan pertemuan tingkat tinggi adalah langkah untuk mencapai kemajuan itu sendiri. Kami telah mengatakan kepada Israel: bahwa anda akan menuai hasil dari tindakan anda sendiri. Keputus-asaan hanya akan menimbulkan lebih banyak ekstrimisme dan kekerasan,` kata seorang sumber diplomat Mesir kepada AFP. Mesir, yang sedang bertempur menahan kekuatan satu gerakan Islam yang disebut Persaudaraan Muslim di negaranya. Kairo juga satu-satunya yang mempunyai perbatasan internasional dengan Jalur Gaza di kota yang terbelah, Rafah di semenanjung Sinai dan muncul kekhawatiran-kekhawatiran terjadinya peluapan kerusuhan. Hal itu mendorong terpeliharanya stabilitas di Gaza dan mencegah terjadinya krisis kemanusiaan dengan memberikan bantuan kepada pelayanan LSM kepada 1,5 juta penduduk di wilayah itu, kata sumber diplomatik kepada AFP. Tetapi bantuan kemanusiaan haruslah saling bahu membahu dengan pemecahan politik atas permusuhan yang ada di intern Palestina, kata sumber tadi. "Mesir akan melanjutkan dialog internasional Palestina," kata sumber tersebut. "Namun berdasarkan hanya ada satu penguasa dan satu pemerintahan." (*)

Copyright © ANTARA 2007