Jakarta (ANTARA News) - Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha meluncurkan strategi yang tidak lazim untuk menghindari pertanyaan yang dinilai aneh dari para jurnalis dengan membuat potongan karton setinggi dirinya dan meminta awak media yang menunggu untuk mengarahkan pertanyaan pada gambar karton bergambar dirinya itu.


Prayut tampak siap untuk menerima pertanyaan saat dia muncul dalam sebuah konferensi pers di luar gedung pemerintah di Bangkok.


Dia kemudian memperhatikan seorang asisten memasang karton bergambar dirinya di depan mikrofon dan mengatakan kalimat mengejutkan kepada wartawan yang menunggu.


"Jika Anda ingin mengajukan pertanyaan tentang politik atau konflik, mintalah orang ini,” ujarnya menunjuk gambar dirinya itu.


Adegan aneh itu disambut tawa canggung dan bingung saat perdana menteri berbalik dan berjalan pergi.


Sehari sebelumnya, Prayut juga berbicara dengan media, namun kemudian pergi sebelum ditanya tentang pemilu yang dijanjikan dan kekerasan di bagian selatan negara tersebut.


Prayut juga menghadapi pertanyaan tentang undang-undang lèse-majesté yang semakin keras, yang melarang siapa pun untuk menghina kerajaan Thailand.


Layanan BBC Thailand melaporkan bahwa potongan karton bergambar Prayut tersebut kemungkinan berasal dari sebuah acara yang diadakan sehari sebelumnya, di mana anak-anak melakukan tur ke kantor dan tempat kediaman resmi perdana menteri.


Mantan jenderal tersebut memiliki hubungan yang sulit dengan media sejak berkuasa dalam kudeta militer tanpa pertumpahan darah pada tahun 2014.


Awalnya, Pemerintahan Prayut menikmati dukungan publik yang luas untuk mengakhiri periode turbulensi politik yang berkepanjangan dan kekerasan jalanan yang disulut oleh penggulingan mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra pada 2006.


Namun pemerintah Prayut yang didukung militer semakin mendapat tekanan publik karena kegagalannya menyelenggarakan pemilihan demokratis sejak kudeta tersebut.


Pemerintah Prayut juga telah bermusuhan dengan media sejak pendudukannya berkuasa. Setelah kudeta, sejumlah wartawan kritis ditahan militer dan menjalani wawancara "penyesuaian sikap”.


Pada bulan-bulan setelah berkuasa, ia membatasi kebebasan sipil di bawah darurat militer dan meluncurkan "kembali kebahagiaan" kepada kampanye hubungan masyarakat secara paralel dengan tindakan keras terhadap perbedaan pendapat.


Saat itu PBB bidang hak asasi manusia mengeluarkan sebuah peringatan bahwa tindakan tersebut memiliki "efek mengerikan" pada kebebasan berekspresi. Demikian dilansir Telegraph.co.id.

Penerjemah: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2018