"Sebetulnya kan terakhir ini yang kita prihatin kembali terjadi kekerasan di Tangerang dan predatornya sampai mengorbankan 41 anak," kata Mensos usai peletakan batu pertama pembangunan gedung Pusat Penelitian dan Pengambangan Pelayanan Sosial Anak Terpadu di Yogyakarta, Selasa petang.
Menurut Mensos, keprihatinannya atas kasus kekerasan anak tersebut karena berdasarkan yang diperoleh dari tim Kementerian Sosial (Kemensos) yang diterjunkan ke lapangan, kalau anak-anak diminta melakukan hal-hal yang tidak perikemanusiaan.
"Kalau kita mendengar dari tim yang sudah turun di lapangan lima orang itu, anak anak ini diminta makan pelor sampai ada yang 25 butir yang kemudian ada efek yang sudah nampak," kata Mensos.
Oleh sebab itu, Mensos berharap bahwa kalau pelaku kasus kekerasan seksual terhadap anak di Tangerang sudah diproses pengadilan maka harus ada hal-hal yang memberatkan bagi pengadilan untuk menjatuhkan hukuman.
"Karena selain korban banyak juga traumanya dalam karena ada kekerasan di dalamnya. Kalau update dari tim konselor dari Kemsos yang sudah turun ke lapangan trauma mereka akan muncul pada malam hari," kata Menteri.
Mensos melanjutkan, jadi kalau pada malam hari ada yang menggigau, kemudian ada yang terlihat histeris dan seterusnya, sehingga hal itu akan memberatkan pelaku ketika sudah masuk dalam proses pengadilan.
"Hukuman tentu akan sangat tergantung dengan proses pembuktian di pengadilan, tapi kita pernah punya Peraturan Undang-Undang yang pernah menjadi UU dan mestinya akan mendapatkan pemberatan hukuman," katanya.
Bahkan, lanjut Mensos, ketentuan yang terdapat dalam UU tersebut disebutkan pemberatan hukuman tersebut misalnya pelaku dipasangi sebuah chip.
"Tentu itu akan menjadi pembelajaran dan penjeraan bagi siapapun untuk tidak mengulangi hal yang sama," katanya.
Pewarta: H. Sidik
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018