Saat bersamaan parlemen dan para pejabat keamanan bertemu guna membahas tantangan terbesar terhadap pemerintah Iran sejak 2009 itu.
Akibat gelombang protes yang berakhir rusuh itu 22 orang tewas dan sekitar 1.000 orang ditahan. Unjuk rasa ini sendiri menyebar ke sekitar 80 kota besar dan kecil setelah kaum muda dan kelas menengah Iran mengungkapkan kemarahannya atas merajelanya korupsi, pengangguran dan melebarnya jurang perbedaan antara si kaya dan si miskin.
"Rakyat revolusioner Iran bersama dengan puluhan ribu pasukan Basij, polisi dan Kementerian Intelijen telah memutus rantai (kerusuhan)," kata Pengawal Revolusi dalam lamannya Sepahnews.
Pasukan elite Iran ini mengungkapkan kerusuhan itu diciptakan oleh Amerika Serikat, Inggris, rezim zionis Israel, Arab Saudi, kaum hipokrit (mujahidin) dan monarkis.
Parlemen menggelar pertemuan tertutup hari ini guna membahas kerusuhan itu bersama dengan menteri dalam negeri dan menteri intelijen, kepala polisi Iran, dan wakil panglima Pengawal Revolusi.
Sejumlah warga Iran yang dikontak oleh Reuters di berbagai kota menyatakan bahwa unjuk rasa telah dipadamkan setelah pemerintah gencar melakukan penggerebekan dengan menggelarkan pasukan Pengawal Revolusi ke beberapa provinsi.
Sebaliknya ribuan pendukung pemerintah menggelar unjuk rasa tandingan terhadap demonstasi antipemerintah tersbesar sejak unjuk rasa 2009 yang dipicu oleh tuduhan kecurangan dalam Pemilu.
Para pengunjuk rasa propemerintah ini meneriakkan yel-yel "Matilah Amerika", "Matilah Israel", "Matilah Inggris", dan "Matilah Para Penghasut."
Unjuk rasa antipemerintah melibatkan kaum muda dan kelas pekerja selain juga dari kelas menengah yang terdidik yang menjadi tulang punggung gerakan proreformasi hampir sepuluh tahun lalu.
Menurut polisi, kebanyakan yang ditangkap adalah mereka yang tertipu untuk bergabung dalam unjuk rasa dan kini mereka telah dibebaskan. "Kecuali pemimpin-pemimpin kerusuhan yang ditahan di penjara," lapor kantor berita IRNA seperti dikutip Reuters.
Pewarta: -
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2018