Jakarta (ANTARA News) - Halaman kalender 2018 belum lagi sepekan dilalui namun ternyata ada juga kepala daerah yang terciduk operasi tangkap tangan KPK. KPK sangat menyayangkan seorang kepala daerah kembali terciduk dalam OTT pada awal 2018.
KPK baru saja menetapkan Bupati Hulu Sungai Tengah, Abdul Latif, bersama tiga orang lain sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji pembangunan RSUD Damanhuri Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, Tahun Anggaran 2017.
"KPK sangat menyayangkan hal ini terjadi kembali karena Deputi Bidang Pencegahan KPK sebenarnya telah berupaya membantu pihak Provinsi Kalimantan Selatan termasuk Kabupaten Hulu Sungai Tengah dalam program koordinasi dan supervisi pencegahan," kata Ketua KPK, Agus Rahardjo, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat.
Lebih lanjut, KPK mengharapkan OTT terhadap Latif itu jadi peringatan bagi kepala daerah lain.
"Karena kita sudah menyaksikan ternyata karena meskipun didampingi, meskipun tanda tangan pakta integritas, meskipun sudah berkomitmen di dalam suatu upacara, kejadian-kejadian ini tetap berlangsung," tuturnya.
Rahardjo pun mencontohkan kepala daerah lain yang sudah berkomitmen dengan menandatangani pakta integritas, namun kemudian akhirnya tetap terjaring OTT.
"Anda mungkin ingat, mohon maaf kalau saya sebutkan Bupati Klaten tanda tangannya di KPK kemudian kami terpaksa melakukan OTT. Kemudian ingat juga gubernur Bengkulu, gubernur Bengkulu yang tanda tangan pakta integritasnya di Bengkulu yang saksikan saya sendiri kemudian ada OTT di sana," ungkap dia.
KPK telah menetapkan empat tersangka dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait pembangunan RSUD Damanhuri Barabai itu.
"Setelah melakukan pemeriksaan 1X24 jam dilanjutkan gelar perkara, KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan serta menetapkan empat tersangka," kata Rahardjo.
Diduga sebagai penerima adalah Latif, Ketua Kamar Dagang dan Industri Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Fauzan Rifani, dan Direktur Utama PT Sugwira Agung, Abdul Basit.
Sedangkan diduga sebagai pihak pemberi, yakni Direktur Utama PT Menara Agung, Donny Witono.
"Diduga pemberian uang sebagai fee proyek pembangunan ruang perawatan Kelas I, II, VIP, dan super VIP di RSUD Damanhuri, Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah," kata Agus.
Agus menyatakan dugaan komitmen fee proyek itu adalah 7,5 persen atau sekitar Rp3,6 miliar.
Menurut dia, lembaganya telah memantau informasi komunikasi sejumlah pihak dalam kasus itu membicarakan perihal fee proyek, termasuk informasi defisit lebih dari Rp50 miliar.
Lebih lanjut, dia menyatakan, untuk melancarkan realisasi pembayaran fee proyek RSUD maka sempat dijanjikan akan ada proyek besar lain tahun 2018, di antaranya pembangunan UGD.
"Salah satu kode realisasi sudah dilakukan adalah digunakannya kalimat udah seger, kan?," ucap Rahardjo.
Dia menjelaskan, dugaan realisasi pemberian fee proyek itu antara lain pemberian pertama dalam rentang September sampai Oktober 2017 sebesar Rp1,8 miliar, dan pemberian kedua pada 3 Januari 2018 sebesar Rp1,8 miliar.
"Selanjutnya sebagai komisi, Donny Witono melakukan transfer ke Fauzan Rifani sejumlah Rp25 juta," katanya.
Tim KPK juga mengamankan sejumlah barang bukti, yakni rekening koran atas nama PT Sugwira Agung dengan saldo Rp1,825 miliar dan Rp1,8 miliar, uang dari brankas di rumah dinas Latif sebesar Rp65,65 juta serta uang dari tas Latif di ruang kerjanya sebesar Rp35 juta.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018