Denpasar (ANTARA News) - Dalam berperan membangun Indonesia seutuhnya, idealnya anak-anak Bung Karno bisa bersatu membentuk satu partai besar, berlandaskan ajaran Marhaenisme, kata Sukmawati Soekarnoputri di Denpasar, Sabtu.
"Idealnya memang seperti itu, tetapi masing-masing pribadi punya pertimbangan lain," kata Sukmawati, menjawab saran peserta seminar yang membahas nilai-nilai Marhaenisme dan Trisakti Bung Karno untuk Generasi Muda Indonesia.
Namun ia mengatakan sejumlah partai yang dimotori anak-anak Bung Karno sudah ada keinginan untuk bersatu dan pembicaraan ke arah itu telah dimulai, seperti PNI Marhaenisme (Sukmawati), Partai Pelopor (Rachmawati) dan PDI-P (Megawati).
Hanya saja pembicaraan anak-anak Bung Karno untuk bersatu guna membentuk satu partai besar belum final, karena masih dibahas bagaimana bentuk gambar lambang, nama partai dan lain sebagainya.
Keinginan bersatu dari partai yang dimotori anak-anak Bung Karno itu muncul, katanya, dengan adanya kemungkinan untuk memenuhi persyaratan perubahan undang-undang partai politik yang baru nanti, guna bisa ikut dalam bernegara.
Sukmawati Soekarnoputri mengemukakan teori sosial politik yang dicetuskan Soekarno diserap oleh anak-anaknya dalam memimpin partai yang ada, hanya saja penerapannya sedikit berbeda, karena menyesuaikan dengan kondisi masing-masing.
Masalah Trisakti Bung karno yang dicetuskan semasa penjajahan Belanda di Indonesia adalah berdaulat, berdikari dan berkepribadian. Semua itu sekarang penerapannya tentu disesuaikan dengan kondisi yang ada, kata Sukmawati.
"Berdaulat saat Indonesia dijajah Belanda, kita harus merdeka. Tetapi sekarang kita berdaulat tentu dengan politik kita sendiri, yakni tidak bisa distir oleh negara asing dalam mengendalikan pemerintahan dan negara Indonesia," ucapnya.
Bangsa Indonesia, kata Sukmawati, untuk bisa berdikari masih jauh, karena kondisi masyarakat banyak yang miskin dan belum mampu mandiri. Ini memerlukan pemikiran dari generasi muda Indonesia.
"Masalah kepribadian, secara jujur saya tadinya khawatir terhadap generasi muda Bali yang banyak dibanjiri wisatawan asing. Tetapi kenyataannya masih oke, karena mampu menyerap budaya asing tanpa lupa dengan akarnya," katanya.
Hal itu tentu berkat ajaran Bung Karno yang tetap eksis di Bali. Oleh sebab itu, dia mengusulkan kepada pemerintah, terutama Menteri Pendidikan Nasional, agar ajaran Bung Karno dimasukkan sebagai mata pelajaran di perguruan tinggi.
Ajaran Marhaenisme Bung Karno sudah saatnya menjadi mata pelajaran di perguruan tinggi di Indonesia, terutama pada fakultas sosial politik. "Masalah itu sudah pernah saya bicarakan dengan menteri pendidikan nasional," tambah Sukmawati. (*)
Copyright © ANTARA 2007