Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan kronologi operasi tangkap tangan (OTT) tindak pidana suap terkait pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Damanhuri Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Seladan tahun anggaran 2017.
"OTT dilakukan di dua daerah, Surabaya dan Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan. Dalam kegiatan tersebut KPK mengamankan enam orang," kata Ketua KPK Agus Rahardjo saat konferensi pers di gedung KPK di Jakarta, Jumat.
Enam orang itu antara lain Bupati Hulu Sungai Tengah 2016-2021 Abdul Latif, Ketua Kamar Dagang dan Industri Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah Fauzan Rifani, Direktur Utama PT Sugwira Agung Abdul Basit, dan Direktur Utama PT Menara Agung Donny Witono. Keempatnya telah ditetapakan sebagai tersangka dalam kasus itu.
Sedangkan dua orang lainnya yang diamankan, yakni pejabat pembuat komitmen Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah RYA dan TMN, seorang konsultan pengawas.
Agus mengungkapkan pada Kamis (4/1) sekitar pukul 09.20 WIB, tim KPK mengamankan Donny Witono di Bandara Juanda Surabaya saat akan terbang ke Banjarmasin.
"Di Kalimantan Selatan, tim yang berbeda mengamankan Fauzan Rifani di rumahnya di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Dari rumah tersebut diamankan beberapa buku tabungan Bank Mandiri," ucap Agus.
Selanjutnya, kata dia, tim KPK mengamankan Abdul Latif di kantor Bupati Hulu Sungai Tengah.
"Kemudian tim membawa Abdul Latif ke Rumah Dinas Bupati. Dari lokasi ini diamankan uang Rp65,65 juta yang ditemukan di brankas dan sejumlah buku tabungan dari berbagai bank, termasuk salah satu buku tabungan Fauzan Rifani," tuturnya.
Kemudian, kata Agus, tim KPK mengamankan Abdul Basit di Pasar Khusus Murakata Barat, Barai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
"Terakhir, tim KPK mengamankan RYA dan TMN secara bersama-sama yang tengah berada di ruang kerja RYA di RSUD Damanhuri," kata dia.
Agus menyatakan dugaan komitmen "fee" proyek itu adalah 7,5 persen atau sekitar Rp3,6 miliar.
Tim KPK juga mengamankan sejumlah barang bukti, yakni rekening koran atas nama PT Sugwira Agung dengan saldo Rp1,825 miliar dan Rp1,8 miliar, uang dari brankas di rumah dinas Abdul Latif sebesar Rp65,65 juta serta uang dari tas Abdul Latif di ruang kerjanya sebesar Rp35 juta.
Selain itu, KPK juga menyegel di sejumlah lokasi untuk kepentingan perkara tersebut antara lain ruang kerja Abdul Latif di kantor Bupati Hulu Sungai Tengah, ruangan RSUD Damanhuri, rumah dinas Abdul Latif di Hulu Sungai Tengah, dan kantor Donny Witono di Jakarta.
"Di rumah dinas Bupati, KPK juga menyegel terhadap delapan mobil di antaranya produksi BMW, Lexus, Cadillac, Rubicon, Hummer, dan Vellfire," ungkap Agus.
Sebagai pihak yang diduga penerima Abdul Latif, Fauzan Rifani, dan Abdul Basit disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan diduga pihak pemberi Donny Witono disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018