PBNU melihat proses pembubaran ormas tetap perlu mekanisme peradilan agar setiap orang dan kelompok dapat membela diri dalam sebuah majelis terhormat

Jakarta (ANTARA News) - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta agar Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) yang berasal dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas, disempurnakan.

PBNU menilai masih ada kekurangan dalam UU Ormas terutama menyangkut pembubaran ormas tanpa proses peradilan.

"PBNU melihat proses pembubaran ormas tetap perlu mekanisme peradilan agar setiap orang dan kelompok dapat membela diri dalam sebuah majelis terhormat," kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dalam Muhasabah 2017 dan Resolusi 2018 PBNU di Jakarta, Rabu.

Untuk mengantisipasi ideologi khilafah ala ISIS yang terbukti memorakporandakan sejumlah negara, PBNU dapat memahami dan mendukung kebijakan Pemerintah menerbitkan Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 yang diikuti dengan pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang mengusung gerakan khilafah.

Menurut dia, ajaran khilafah ini akan membuat orang Islam di mana pun untuk berontak terhadap kekuasaan yang sah meski kekuasaan itu tidak menghalangi bahkan memfasilitasi ibadah seperti shalat, puasa, zakat, dan haji.

"Ideologi pemberontakan ini menghalalkan kekerasan yang bisa mewujud nyata jika kondisi politik dan kekuatannya memungkinkan," kata Said Aqil.

Meski demikian, PBNU mengimbau UU Ormas disempurnakan agar upaya memberantas gerakan anti-NKRI dan Pancasila tidak menghalangi hakwarga negara untuk berserikat dan berkumpul yang dijamin konstitusi.

Menurut PBNU, yang lebih penting dari penerbitan Perppu Ormas dan pembubaran HTI adalah menangkal ideologi radikalisme melalui gerakan terstruktur, masif, dan komprehensif dengan melibatkan aspek politik, keamanan, kultural, sosial-ekonomi, dan agama.


Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2018