Jakarta (ANTARA News) - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak Kementerian Agama (Kemenag) untuk membentuk crisis center kasus Hannien Tour, mengingat banyaknya korban dan sebaran korban di seluruh Indonesia.
"Crisis center ini sangat penting untuk proses pendataan korban karena itu layak segera dibentuk," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam siaran pers di Jakarta, Rabu.
Penegasan tersebut terkait telah dicabutnya izin operasional biro umroh PT Ustmaniyah Hannien Tour oleh Kementerian Agama karena terbukti menelantarkan calon jamaahnya.
Bahkan pimpinan Hannien Tour telah dijadikan tersangka oleh pihak kepolisian.
Menurut Tulus, kendati terlambat, upaya Kemenag dan pihak kepolisian dalam menangani kasus Hannien Tour layak dan patut mendapat apresiasi.
"Terlambat, karena ribuan masyarakat telah menjadi korban ulah Hannien Tour. Terbukti, Bidang Pengaduan YLKI pada 2017 telah menerima pengaduan korban Hannien Tour sebanyak 1.821 pengaduan, dari total pengaduan soal umrah sebanyak 22.613 kasus (per 22 Juli 2017)," kata Tulus.
Namun, pencabutan izin operasional dan pemidanaan pada pimpinan Hannien Tour, kata Tulus, tidaklah cukup untuk mengembalikan hak-hak keperdataan calon jamaahnya yang dilanggar oleh Hannien Tour.
Selain itu, tambah Tulus, Kementerian Agama juga layak melakukan pendampingan korban calon jamaah untuk mendapatkan hak-hak keperdataan dari Hannien Tour, misalnya proses pengembalian dana milik calon jamaah dan lainnya.
"Terpenting juga, Kemenag dan Kepolisian untuk melakukan penegakan hukum dan pengawasan pada biro-biro umrah yang lain. Aksi nakal dari biro umrah lain masih sangat banyak dan berpotensi besar merugikan calon jamaah berikutnya," kata Tulus.
Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus M Arfi Hatim sebelumnya mengatakan, pencabutan izin operasional tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 941 Tahun 2017 tentang Penjatuhan Sanksi Administratif Pencabutan Izin Penyelenggaraan Hannien Tour Sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah.
Menurut dia, Hannien terbukti telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 65 huruf a Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2012.
Aturan tersebut merupakan petunjuk pelaksana Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. "Sanksi atas pelanggaran penelantaran yang mengakibatkan gagal berangkat adalah pencabutan izin penyelenggaraan sebagaimana diatur pada Pasal 69 PP 79 tahun 2012," ujar Arfi dalam siaran persnya di Jakarta, Minggu (31/12).
Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2018